Like on Facebook

header ads

Denmark, Memberikan Saya Beberapa Ide

Tarmizi A. Gani Petani dari Bireuen saat mendemo cara mengembangkan tebu dengan pola tanom reubah (foto dok pribadi)
 Oleh; Tarmizi A. Gani
PENA News | Bergerak dari keinginan saya bersama teman–teman sewaktu masih tinggal di Denmark untuk meningkatkan pembangunan ekonomi petani di Aceh, sekaligus menghidupkan lahan terlantar menjadi lahan produktif. Saya coba mendapatkan beberapa ide, diantaranya pada saat ini, sedang mengembangkan tebu dengan pola ”tanom reubah”. Metode tersebut adalah sebuah metode yang saya temukan hasil dari kajian dalam beberapa bulan ini.

Pola ini diharapkan bisa menjadi inspirasi baru buat para petani di Aceh, dan di daerah lainnya dalam memanfaatkan lahan terlantar. Caranya adalah, tebu pola tanom reubah, dilakukan dengan membuat parit kecil yang lurus, mencangkul tanah dengan kedalaman 10 cm dan luas 10 cm tentunya setelah tanah dibersihkan, parit tersebut dibuat dari arah selatan ke arah utara untuk menjaga kebebasan arah angin bergerak saat tebu mulai membesar.

Setelah parit siap digali, petani langsung saja memasukkan batang tebu kedalam parit tersebut layaknya orang menanam pipa, parit yang sudah diisi batang tebu ditutup dengan menggunakan tanah atau bisa juga dengan  menggunakan sekam yangn berkadar satu sampai 2 cm di atas batang tebu.

Jarak tanam dari satu baris tanaman tebu kebaris lainnya adalah satu meter. Jarak satu meter ini untuk memudahkan kita memasang penyangga agar tebu tetap bagus, tegak dan lurus sebelum di panen.

Setelah tebu mencapai ketinggian 1,5 m, kita sudah bisa mulai memasang penyangga tahap pertama. Sedangkan penyanga tahap kedua bisa dilakukan setelah tebu berumur 2,5 m. Jika batang tebu sudah melewati penyangga kedua berarti petani sudah mulai bisa memanen tebunya.

Metode memasang penyangga adalah, disebelah kiri dan kanan pokok tebu. Dimana ditanam tiang dengan jarak 20 cm, artinya 10 cm kesebelah kiri dan 10 cm kesebelah kanan dari dasar batang  tebu tumbuh, dari tiang satu ke tiang kedua dan seterusnya di sebelah kiri, serta kanan tebu bisa ditarik tali dengan kukuh atau bisa juga dengan menggunakan pokok bambu yang sudah dibelah empat. Jarak tiang ditanam mengikuti baris tebu sesuai kebutuhan yang diperlukan agar penyangga yang dipasang  atau diikat pada tiang–tiang tersebut sanggup menghalang tebu dari rebah ke tanah.

Berdasarkan demplot percobaan yang saya buat di Kampung Jaba Kecamatan Peudada, Bireuen, Aceh, tebu mulai tumbuh 18 hari setelah ditanam atau bisa saja lebih awal. Dan, setiap buku–buku (atot - Aceh) tersebut akan tumbuh minimal satu batang tebu di awalnya, dan akan terus tumbuh batang–batang lainnya secara bertahap.

Untuk 2,5 m hingga 3 m tebu bisa mencapai 20 buku (atot – Aceh), artinya jika bibit yang digunakan memiliki panjang dengan ukuran tersebut bermakna petani akan melakukan panen perdana nantinya minimal 20 batang hingga 40 batang, dengan masa panen setelah 6 hingga 8 bulan atau 2,5 meter hingga 3 meter.

Saat yang paling cocok penanaman tebu dilakukan adalah pada bulan Oktober, November, Desember hingga Januari. Dengan alasan di bulan tersebut memiliki curah hujan yang mencukupi.

Untuk hasilnya dengan mengembangkan tebu pola tanom rebah tentu sangat lumayan, apa lagi di Aceh jika panen jatuh di Bulan Ramadhan. Para peminat air tebu cukup ramai, hingga sebatang tebu yang berukuran 2,5 m hingga 3 m mencapai Rp 3500,00- bahkan bisa lebih jika permintaan terus meningkat.

Demikian, sebuah informasi semoga bisa bermanfaat.


Tarmizi A. Gani adalah Petani dari Bireuen

Posting Komentar

0 Komentar