Yuswadi bin H. Achaled Mansur |
PENA
News | Pada suatu rentang perlajanan dibanyak kota, mulai dari Kota Sabang-Aceh
sampai ke Kota Lombok-NTB, hingga ke Negeri Jiran Malaysia. Terselipkan tinta
PENA ataupun ACHEHSCANDINAVIA bagi penulis untuk belajar banyak hal dalam berkarya
demi menoreh prestasi dan masa depan. Maka saya coba untuk menulis yang dituangkan
dari sebuah pengalaman dan pengetahuan yang mungkin menjadikan satu prespektif
dalam tatanan kehidupan yang sedang kita lalui.
Kita
terima akan sebuah paradigma baru atau tidak dalam perjalanan hidup kita adalah
tergantung bagaimana dalam menyikapi akan sebuah persoalan yang kita lalui
dalam hidup, maka seseorang harus tahu arti berfikir? Kecuali orang “cacat”
yang hilang ingatan (gila). Karenanya impian hidup dimiliki orang-orang yang tidak
“cacat” ingatannya.
Karena
pada dasarnya seseorang bicara karena 3 hal, pertama seseorang berbicara karena
memakai otak (berfikir), kedua ada orang ketika dia berbicara menggunakan hati
(perasaan), ketiga ada orang ketika dia berbicara menggunakan nafsu
(keinginan).
Ketika
seseorang berbicara menggunakan otak (berfikir), maka selalu bijak dari
berbagai sudut pandang. Sebab berfikir adalah pengetahuan sain. Dan pengetahuan
sain itu, adalah logika, sedangkan logika adalah matematik yaitu true atau
false (angka 1 atau 0), maka angka satu atau nol adalah adalah pasti.
Arti
berfikir adalah melihat suatu persoalan dengan sudut pandang yang berbeda-beda
sehingga menghasilkan satu keputusan yang tepat. Seseorang tidak bisa berfikir,
pada saat tidak melihat sesuatu hal dalam bentuk fakta, karena setelah kita
melihat akan sesuatu, maka barulah dikirim ke otak untuk diolah akan informasi
yang kita lihat.
Menurut
penulis ketika seseorang berbicara tidak berdasarkan dan ataupun melihat sebuah
fakta, maka seseorang itu berbicara karena hatinya atau nafsunya, tapi bukan
karena dia berfikir. Tentu kedua hal itu tidak akan bijak adanya pada berbagai
sudut pandang sisi kehidupan.
Dimana
ketika seseorang berbicara haruslah tahu akan dasar masalah atau persoalan yang
dia bicarakan tersebut. Karenanya, dia akan tahu nilai dari berbagai sisi
masalah atau persoalan yang ada.
Dimana
pada rentang kehidupan ini setiap apapun yang kita bicarakan dan kita lakukan
tentu ada kaitannya dengan Agama, Politik dan Ekonomi. Ketiga hal ini adalah
saling berhubungan dan saling berkaitan serta tak dapat dipisahkan dalam
kehidupan kita.
Untuk
dapat melihat berbagai sisi sudut pandang Agama, Politik dan Ekonomi kita
haruslah tahu dari pada dasar Agama. Yaitu, baik-buruk, dasar Politik adalah
kalah-menang dan dasar Ekonomi adalah laba-rugi.
Menjalani
sebuah kehidupan ini untuk meraih prestasi, hidup sukses adalah sebuah target. Dimana
dalam pencapaian target tersebut tidak lepas dari kuncinya adalah hati yang
bersih pada orang lain dan zikir dalam setiap detak jantung kita.
Karena
itulah, landasan pencapaian ketenangan bathin dalam setiap kondisi apapun kita
berada. Kita tetap tegar akan segala hal kondisi lingkungan dan keadaan
kehidupan ini, baik dalam kesendirian ataupun dalam kebersamaan keluarga. Inilah,
sisi sudut pandang agama sebagai tolak ukur tempat kembalinya kita dalam hidup
ini.
Dari
sudut pandang ekonomi, maka lihatlah seberapa banyak peluang yang ada disekitar
kita, pada orang-orang disekitar kita. Dan, benda yang nilainya kecil tapi bisa
kita jadikan nilai uang untuk kebutuhan kita pada sewaktu kita perlukan sebagai
masukan tambahan.
Dalam
meraih pencapaian keberhasilan hidup sukses kedepannya, minimal barang kali
kita punya impian usaha sendiri, investasi, beli rumah, dan lain-lain. Karenanya,
jalannya adalah kita harus ada satu pekerjaan tetap, maka tabunglah uang selain
dari pada kebutuhan pokok kita dan keluarga.
Dengan
cara menabung tahunan, di perusahaan atau bank yang ada profit sehingga pada
sewaktu-waktu bisa kita gunakan untuk membangun sebuah usaha atau membeli
sesuatu.
Semua
hal bisa kita dapatkan ketika semua itu kita lakukan dengan keyakinan bekerja,
do'a, dan kasih sayang dari keluarga dan orang yang kita sayangi sebagai spirit
perjalanannya hidup ini.
Penulis:
Yuswadi bin H. Achaled Mansur
Yuswadi bin H. Achaled Mansur
0 Komentar