![]() |
Johan Makmor |
PENA News | Seorang eks aktivis Gerakan Aceh Merdeka(GAM) di Denmark, melalui telpon seluler mengenai rencana pelantikan Malik Mahmud sebagai Wali Nanggroe 28 September mendatang, dimana presiden SBY juga dijadwalkan hadir pada pelantikan tersebut.
Selain pernah sebagai aktivis GAM, Johan Makmor yang juga anggota World Acehnese Assosiation (WAA), aktivis Pembela Negeri Aceh (PENA), pendukung MoU Helsinki ini tinggal dan menetap di Denmark.
Johan Bekerja di Aarhus University Hospital dan saat ini sedang menuntut ilmu Production Operation (Leadership). Johan Makmor sendiri berasal dari kampung Kenawat Lut, Takengon Aceh tengah.
Menurutnya, dilantiknya Malik Mahmud sebagai Wali Nanggroe tidak masalah, akan tetapi dilantik untuk jadi Wali Nanggroe itu kan bukan perkara mudah.
“Siapa yang pilih yang mau dilantik jadi Wali Nanggroe Aceh? kredibilitas dia sebagai WNA (Wali Nanggroe-red) bagaimana? Apa yang dia sudah buat untuk Aceh makanya dia boleh dipilih jadi WNA?,” tegasnya.
Ia juga mengatakan, Petua Daerah maupun Ulama di seluruh Aceh belum menyatakan sikap terkait rencana ini. Bahkan ia mempertanyakan kepentingan anggota DPRA yang dominan dari partai tertentu. “Sekarang yang yang mau jadi WNA itu lebih dekat ke masyarakat atau orang DPRA yang memilih dia”, ujarnya.
Ditanya apakah yang dimaksud dominan adalah Partai Aceh (PA)?, ia mengungkapkan hal tersebut sangat jelas, usulan Malik Mahmud sebagai WNA hanya sikap sepihak, sehingga, tidak boleh dijadikan ukuran bahwa dia boleh jadi WNA. Sebab katanya lagi, kalau begitu caranya, sama saja dengan pemaksaan. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) terkesan memaksakan kehendak agar rakyat Aceh mau menerima WNA yang mereka pilih.
Secara detail Johan tidak mengetahui siapa Malik Mahmud, karena itu menyangkut pribadi. Tetapi garis besarnya, dalam perjuangan dia orang biasa saja, Ia menilai, tidak pernah melihat Malik Mahmud memimpin sebuah rapat diluar negeri, bahkan Ia sering melihat Malik Mahmud hanya sebagai petua dalam sebuah rapat.
Ia menjelaskan, tidak dapat dilantik seorang WNA yang keperibadiannya tidak memasyarakat. “Inilah silapnya, WNA yang mau dilantik sekarang, tak mau bergaul dengan masyarakat, entah dia gak mau bergaul atau ada orang lain yang menghalangi dia untuk bergaul”, paparnya.
Johan menceritakan saat Ia bertemu langsung dengan Malik Mahmud sekitar tahun 2008 lalu, ia sempat berbindang empat mata dengan tokoh tersebut di Banda Aceh. Saat itu, Malik pernah mengatakan, "kok gak ada orang Aceh besar yang dekat dengan saya”.
Seharusnya, sebut Johan, kalau dia merasa seorang pemimpin, ya dia lah yang harus menyambangi rakyat, “kok rakyat yang harus datang menemui dia, dia harus memperkenalkan diri dia pada rakyat, sebab rakyat tidak tau siapa dia sebelum MoU”, Jelasnya
“Kalau dia tidak tahu Aceh, ya minta tolong sama teman-teman disana untuk bawa dia keliling Aceh, bertemu dengan rakyat. ini apa kerja dia?,” tanya johan.
Dilanjutkannya, kalau Malik Mahmud ada keinginan untuk merakyat, maka Malik sendiri yang harus berusaha untuk itu. “Entah bagaimana caranya ya diusahakan lah, saya yakin kalau dia lues dan merakyat, banyak yang akan suka dia, tapi kalau begitu caranya, siapa pulak yg mau,” tegas Johan lagi
Menurutnya, WNA itu harus independen, tak boleh memihak kepada organisasi manapun, baik partai maupun kelompoknya. “Itu yang saya dengar langsung dari mulut Almarhum Wali Negara Aceh Hasan di Tiro, ini WNA kok jadi penasehat disebuah partai. jadi pertanyaannya, ini yang mau dilantik, wali partai atau WNA?” tegas Johan lagi.
Bukan hanya itu, ia menilai anggota DPRA tidak mengerti arti kata “Wali”, menurutnya itulah kenapa mereka melantik Wali Nanggroe dengan sekehendak hati mereka.
SUMBER: www.rri.co.id
Selain pernah sebagai aktivis GAM, Johan Makmor yang juga anggota World Acehnese Assosiation (WAA), aktivis Pembela Negeri Aceh (PENA), pendukung MoU Helsinki ini tinggal dan menetap di Denmark.
Johan Bekerja di Aarhus University Hospital dan saat ini sedang menuntut ilmu Production Operation (Leadership). Johan Makmor sendiri berasal dari kampung Kenawat Lut, Takengon Aceh tengah.
Menurutnya, dilantiknya Malik Mahmud sebagai Wali Nanggroe tidak masalah, akan tetapi dilantik untuk jadi Wali Nanggroe itu kan bukan perkara mudah.
“Siapa yang pilih yang mau dilantik jadi Wali Nanggroe Aceh? kredibilitas dia sebagai WNA (Wali Nanggroe-red) bagaimana? Apa yang dia sudah buat untuk Aceh makanya dia boleh dipilih jadi WNA?,” tegasnya.
Ia juga mengatakan, Petua Daerah maupun Ulama di seluruh Aceh belum menyatakan sikap terkait rencana ini. Bahkan ia mempertanyakan kepentingan anggota DPRA yang dominan dari partai tertentu. “Sekarang yang yang mau jadi WNA itu lebih dekat ke masyarakat atau orang DPRA yang memilih dia”, ujarnya.
Ditanya apakah yang dimaksud dominan adalah Partai Aceh (PA)?, ia mengungkapkan hal tersebut sangat jelas, usulan Malik Mahmud sebagai WNA hanya sikap sepihak, sehingga, tidak boleh dijadikan ukuran bahwa dia boleh jadi WNA. Sebab katanya lagi, kalau begitu caranya, sama saja dengan pemaksaan. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) terkesan memaksakan kehendak agar rakyat Aceh mau menerima WNA yang mereka pilih.
Secara detail Johan tidak mengetahui siapa Malik Mahmud, karena itu menyangkut pribadi. Tetapi garis besarnya, dalam perjuangan dia orang biasa saja, Ia menilai, tidak pernah melihat Malik Mahmud memimpin sebuah rapat diluar negeri, bahkan Ia sering melihat Malik Mahmud hanya sebagai petua dalam sebuah rapat.
Ia menjelaskan, tidak dapat dilantik seorang WNA yang keperibadiannya tidak memasyarakat. “Inilah silapnya, WNA yang mau dilantik sekarang, tak mau bergaul dengan masyarakat, entah dia gak mau bergaul atau ada orang lain yang menghalangi dia untuk bergaul”, paparnya.
Johan menceritakan saat Ia bertemu langsung dengan Malik Mahmud sekitar tahun 2008 lalu, ia sempat berbindang empat mata dengan tokoh tersebut di Banda Aceh. Saat itu, Malik pernah mengatakan, "kok gak ada orang Aceh besar yang dekat dengan saya”.
Seharusnya, sebut Johan, kalau dia merasa seorang pemimpin, ya dia lah yang harus menyambangi rakyat, “kok rakyat yang harus datang menemui dia, dia harus memperkenalkan diri dia pada rakyat, sebab rakyat tidak tau siapa dia sebelum MoU”, Jelasnya
“Kalau dia tidak tahu Aceh, ya minta tolong sama teman-teman disana untuk bawa dia keliling Aceh, bertemu dengan rakyat. ini apa kerja dia?,” tanya johan.
Dilanjutkannya, kalau Malik Mahmud ada keinginan untuk merakyat, maka Malik sendiri yang harus berusaha untuk itu. “Entah bagaimana caranya ya diusahakan lah, saya yakin kalau dia lues dan merakyat, banyak yang akan suka dia, tapi kalau begitu caranya, siapa pulak yg mau,” tegas Johan lagi
Menurutnya, WNA itu harus independen, tak boleh memihak kepada organisasi manapun, baik partai maupun kelompoknya. “Itu yang saya dengar langsung dari mulut Almarhum Wali Negara Aceh Hasan di Tiro, ini WNA kok jadi penasehat disebuah partai. jadi pertanyaannya, ini yang mau dilantik, wali partai atau WNA?” tegas Johan lagi.
Bukan hanya itu, ia menilai anggota DPRA tidak mengerti arti kata “Wali”, menurutnya itulah kenapa mereka melantik Wali Nanggroe dengan sekehendak hati mereka.
SUMBER: www.rri.co.id
4 Komentar
saya pribadi sebagai orang aceh tidak setuju kalo malik mahmud jadi wali nanggroe, krn saya tidak pernah melihat apa yg sudah dia perbuat untuk aceh, apa saja jasa2nya untuk rakyat aceh, perjuangan apa saja yg sudah dia lakukan untuk aceh, itu semua gak ada, so... kenapa harus dia????
BalasHapusSetuju betuy...!!! Hana ulee..Hana utak...
BalasHapusapakah yang mulia wali nanggroe bisa baca Al-qur'an dan baca khutbah dan lain-lain yang berkenaan dengan keacehan, jangan-jangan bahasa aceh manteng hana jeut.
BalasHapusMenurut saya, g aneh kalau malek sah saja disebut wali PA, berpa juta penduduk aceh,,, kemaren berapa orang yang hadir, saya rasa masih jauh ketinggalan dengan waktu acara referendum kemaren, pada hal di referendum belum semua org aceh ke sana, nah ini saya rasa pasti ada sesuatu ni, perkara duit kah, pemaksaan, atau bahkan DPRA kita yang begok x ya,,,,? Makanya sich politisi kampung duduk komisi A jangankan A, Z pun belum sanggup, ya sudahlah selesai cerita perdamaian aceh ini lah, ibarat Bom waktu sudah mulai diaktifkan, tinggal tunggu waktu saja, heh bisa ya ,,,? Zaini abdullah kayaknya ada lain hati ne, sekarang beliau sudah angkat bicara tentang pendidikan aceh, dari pada kemaren ia lebih dominan bicara pembangunan, walau kadang sekali sekali keselip harapan kosong berbual juga buat rakyat, sepertinya zaini iri atau tidak terima ne sebenarnya, krn zaini Abdullah kan deklarator GAM 1976 logis ƍäª,,,Apa pernah dipertanyakan,,,,? Ya buat big boss Malek Mahmud Sang Wali ada sedikit beban juga sich, mengingat anggaran boleh,,Pengesahan Boleh ya Kasian aja sich sebenarnya, Malik Mahmud Wali Jelangkung atau serupa Wali Nanggroe Ɣªήƍ tak di anggap. Liat saja terima kenyataan wali Malek ƍäª da harganya dimata Rakyat AcehM ck.ck.ck. Ck.
BalasHapus