Yusra Habib Abdul Gani |
Untuk pertama sekali Bangsa Acheh dari perwakilan seluruh dunia: Acheh, Malaysia, Singapura, Thailand, Australia, Amerika, Belanda, Jerman, Denmark, Sweden dan Norway telah mengadakan "Muwafakat Bansa Atjèh Ban Sigom Donja" selama tiga hari (19 - 21 Juli 2002) di Stavanger, Norway. Pertemuan kali ini sangat istimewa, sebab acara tersebut dihadiri oleh Tengku Thjik di Tiro Hasan Muhammad dan aktif mengikuti Sidang selama tiga hari penuh.
Sebelumnya, Stavanger juga pernah mencatat dua peristiwa bersejarah, yakni: tuan rumah "joint Seminar of the Areas Europe-Continental and Europe-British & Ireland", 29 Juli - 2 Agustus 1998. Demikian juga Pertemuan "World Federation of Methodists and Uniting Church Women issued" yang menentang pelanggaran hak asasi terhadap perempuan dan anak.
Acara dibuka tepat pada jam 9.00 pagi waktu setempat oleh Wali Negara, Tengku Thjik di Tiro Hasan Muhammad. Kemudian dibentangkan makalah: "Prospek Politik Dalam dan Luar Negara Acheh", oleh Tengku Malik Mahmood, Menteri Negara.
Dalam makalah tersebut disinggung mengenai perjuangan Acheh, yang kini sudah mamasuki periode. Dimana keterlibatan asing terutama: Amerika, Inggeris, Perancis, Kanada, Norway, Sweden, Denmark dan Thailand sudah nampak serius. Para perwakilan negara asing, kerap melakukan kunjungan ke Stockholm, menjumpai Tengku Thjik di Tiro Hasan Muhammad untuk berbincang mengenai cara penyelesaian konflik Acheh.
Dalam setiap pertemuan, Pimpinan Acheh Merdeka selalu menyatakan berpendirian yang tegas bahwa tujuan perjuangan ASNLF adalah untuk memerdekakan Acheh dari penjajahan Indonesia dan sepakat untuk menyelesaikan masalah Acheh ditempuh melalui cara damai yang sudah dirintis oleh HDC sejak tahun 2000. Jika jurus politik ini gagal, maka adu kekuatan (militer) antara Acheh-Indonesia. Acheh tidak gentar, Acheh melawan demi mempertahankan harkat-martabat dan wilayah kedaulatan hukum negara Acheh dari penjajahan Indonesia.
Sebenarnya, pergolakan yang terjadi sekarang di Acheh mempunyai efek politik, ekonomi dan pertahanan keamanan ber-skala internasional. Apalagi kepentingan ekonomi Barat dan Amerika terkait langsung di Acheh. Dengan demikian, jika Barat dan Amerika inginkan stabilitas politik, ekonomi dan pertahanan keamanan tercipta secara menyeluruh di Acheh-Sumatera khususnya dan di kawasan negara-negara ASEAN umumnya, maka persoalan Acheh mesti segera diselesaikan. Jika tidak semua kepentingan asing di Acheh akan terganggu bahkan hancur, sebab Acheh sedang berperang melawan penjajah Indonesia.Oleh sebab pertimbangan- pertibangan tadi, maka pihak asing semakin menyadari bahwa masalah Acheh mesti segera diselesaikan.
Setelah selesai topik ini, barulah masing-masing perwakilan Bangsa Acheh dari seluruh dunia memberi laporan mengenai aktivitas mereka yang telah, sedang dan akan dilakukan. Didapati bahwa perkara Acheh sudah merambah ke jalur politik. Misalnya di Australia, issu Acheh sudah menjadi perbincangan yang reguler dalam parlemen, demikian juga dikalangan NGOs dan University di Australia. Hal yang sama juga berlaku di Amerika Serikat. Pendeknya semua laporan menggambarkan kemajuan perjuangan Acheh Merdeka di luar negeri dan kendala-kendala yang dihadapi.
Pada hari kedua, dibentangkan satu makalah menganai: "PELAKSANAAN DEMOKRASI UNTUK MENCAPAI KEMERDEKAAN ACHEH" oleh Tengku Adnan Beuransyah (Denmark-red). Dalam makalah ini disinggung bahwa Bangsa Acheh menghargai prinsip demokrasi untuk menyelesaikan perkara Acheh. Artinya, Acheh siap menyelenggarakan referendum atau plebiscite mengikut ketentuan hukum Internasional dibawah pengawasan PBB di Acheh. Tetapi jangan sampai demokrasi itu sendiri yang akan menjahanamkan masa depan Acheh. Pada hari yang sama, Yusra Habib Abdul Gani menyampaikan makalah mengenai: "MANAGEMENT REVOLUSI", Suatu Tela'ah Umum Mengenai Perang di Acheh.
Pada hari terakhir, Tengku Dr. Zaini Abdullah, Menteri Keséhatan menyampaikan makalah: "EVALUASI PERUNDINGAN GENEVA". Pada prinsipnya Acheh Merdeka menerima formula demokrasi yang ditawarkan oleh pihak asing untuk menyelesaikan perkara Acheh secara damai. Dari sudut politik, masalah Acheh dipandang sebagai salah satu agenda internasional (PBB) yang mesti segera diselesaikan. Hal ini ditandai dengan kehadiran Prof. Hurt Hanom, Prof Yuri, Prof. Dr. David Phillips, General Anthony Zinni (utusan khusus Bush untuk Timur Tengah-red) dari Amerika Serikat. Lord Avebury dan Rupert Smith bekas Wakil Ketua NATO dari Inggeris. Bekas Menteri Luar negeri Thailand (Surin Pitsuwan-red) dan Yugoslavia dan seorang wakil dari Departemen Luar Negeri Sweden. Mereka adalah barisan 'wise man' yang turut aktif menyelesaikan konflik Acheh.
Pada hari terakhir, "Mufakat Bansa Atjèh Ban Sigom Donja" berhasil membentuk "Team Work" dan merumuskan beberapa keputusan politik penting antara lain:
Sebelumnya, Stavanger juga pernah mencatat dua peristiwa bersejarah, yakni: tuan rumah "joint Seminar of the Areas Europe-Continental and Europe-British & Ireland", 29 Juli - 2 Agustus 1998. Demikian juga Pertemuan "World Federation of Methodists and Uniting Church Women issued" yang menentang pelanggaran hak asasi terhadap perempuan dan anak.
Acara dibuka tepat pada jam 9.00 pagi waktu setempat oleh Wali Negara, Tengku Thjik di Tiro Hasan Muhammad. Kemudian dibentangkan makalah: "Prospek Politik Dalam dan Luar Negara Acheh", oleh Tengku Malik Mahmood, Menteri Negara.
Dalam makalah tersebut disinggung mengenai perjuangan Acheh, yang kini sudah mamasuki periode. Dimana keterlibatan asing terutama: Amerika, Inggeris, Perancis, Kanada, Norway, Sweden, Denmark dan Thailand sudah nampak serius. Para perwakilan negara asing, kerap melakukan kunjungan ke Stockholm, menjumpai Tengku Thjik di Tiro Hasan Muhammad untuk berbincang mengenai cara penyelesaian konflik Acheh.
Dalam setiap pertemuan, Pimpinan Acheh Merdeka selalu menyatakan berpendirian yang tegas bahwa tujuan perjuangan ASNLF adalah untuk memerdekakan Acheh dari penjajahan Indonesia dan sepakat untuk menyelesaikan masalah Acheh ditempuh melalui cara damai yang sudah dirintis oleh HDC sejak tahun 2000. Jika jurus politik ini gagal, maka adu kekuatan (militer) antara Acheh-Indonesia. Acheh tidak gentar, Acheh melawan demi mempertahankan harkat-martabat dan wilayah kedaulatan hukum negara Acheh dari penjajahan Indonesia.
Sebenarnya, pergolakan yang terjadi sekarang di Acheh mempunyai efek politik, ekonomi dan pertahanan keamanan ber-skala internasional. Apalagi kepentingan ekonomi Barat dan Amerika terkait langsung di Acheh. Dengan demikian, jika Barat dan Amerika inginkan stabilitas politik, ekonomi dan pertahanan keamanan tercipta secara menyeluruh di Acheh-Sumatera khususnya dan di kawasan negara-negara ASEAN umumnya, maka persoalan Acheh mesti segera diselesaikan. Jika tidak semua kepentingan asing di Acheh akan terganggu bahkan hancur, sebab Acheh sedang berperang melawan penjajah Indonesia.Oleh sebab pertimbangan- pertibangan tadi, maka pihak asing semakin menyadari bahwa masalah Acheh mesti segera diselesaikan.
Setelah selesai topik ini, barulah masing-masing perwakilan Bangsa Acheh dari seluruh dunia memberi laporan mengenai aktivitas mereka yang telah, sedang dan akan dilakukan. Didapati bahwa perkara Acheh sudah merambah ke jalur politik. Misalnya di Australia, issu Acheh sudah menjadi perbincangan yang reguler dalam parlemen, demikian juga dikalangan NGOs dan University di Australia. Hal yang sama juga berlaku di Amerika Serikat. Pendeknya semua laporan menggambarkan kemajuan perjuangan Acheh Merdeka di luar negeri dan kendala-kendala yang dihadapi.
Pada hari kedua, dibentangkan satu makalah menganai: "PELAKSANAAN DEMOKRASI UNTUK MENCAPAI KEMERDEKAAN ACHEH" oleh Tengku Adnan Beuransyah (Denmark-red). Dalam makalah ini disinggung bahwa Bangsa Acheh menghargai prinsip demokrasi untuk menyelesaikan perkara Acheh. Artinya, Acheh siap menyelenggarakan referendum atau plebiscite mengikut ketentuan hukum Internasional dibawah pengawasan PBB di Acheh. Tetapi jangan sampai demokrasi itu sendiri yang akan menjahanamkan masa depan Acheh. Pada hari yang sama, Yusra Habib Abdul Gani menyampaikan makalah mengenai: "MANAGEMENT REVOLUSI", Suatu Tela'ah Umum Mengenai Perang di Acheh.
Pada hari terakhir, Tengku Dr. Zaini Abdullah, Menteri Keséhatan menyampaikan makalah: "EVALUASI PERUNDINGAN GENEVA". Pada prinsipnya Acheh Merdeka menerima formula demokrasi yang ditawarkan oleh pihak asing untuk menyelesaikan perkara Acheh secara damai. Dari sudut politik, masalah Acheh dipandang sebagai salah satu agenda internasional (PBB) yang mesti segera diselesaikan. Hal ini ditandai dengan kehadiran Prof. Hurt Hanom, Prof Yuri, Prof. Dr. David Phillips, General Anthony Zinni (utusan khusus Bush untuk Timur Tengah-red) dari Amerika Serikat. Lord Avebury dan Rupert Smith bekas Wakil Ketua NATO dari Inggeris. Bekas Menteri Luar negeri Thailand (Surin Pitsuwan-red) dan Yugoslavia dan seorang wakil dari Departemen Luar Negeri Sweden. Mereka adalah barisan 'wise man' yang turut aktif menyelesaikan konflik Acheh.
Pada hari terakhir, "Mufakat Bansa Atjèh Ban Sigom Donja" berhasil membentuk "Team Work" dan merumuskan beberapa keputusan politik penting antara lain:
Pada
hari terakhir, "Mufakat Bansa Atjèh Ban Sigom Donja" berhasil
membentuk "Team Work" dan merumuskan beberapa keputusan politik
penting antara lain:
1. Penamaan: ASNLF yang selama ini dikenal sebagai wadah perjuangan, kini melangkah meningkat kepada institusi negara (Negara atau Pemerintah Acheh). Dengan demikian sayap militer yang sebelum ini dikenal sebagai AGAM bertukar kepada Tentara Negara Acheh (TNA).
2. Menyempurnakan Kabinet: Jabatan Perdana Menteri Acheh pertama dijabat oleh Tengku Mukhtar Hasbi Geudông (1976-1982). Kemudian digantikan oleh Tengku Ilyas Leubé (1982-1984). Setelah itu, jabatan Perdana Menteri kosong. Barulah dalam "Muwafakat Bansa Atjèh Ban Sigom Donja" ini, Wali Negara, Tengku Thjik di Tiro Hasan Muhammad melantik secara resmi Tengku Malik Mahmood sebagai Perdana Menteri baru menggantikan Tengku Ilyas Leubé, terhitung 21 Juli 2002, merangkap sebagai sebagai Menteri Negara sejak 1976-sekarang. Selain daripada itu, Tengku Dr. Zaini Abdullah, Menteri Keséhatan Acheh (1976-sekarang), sekarang menduduki Jabatan baru sebagai Menteri Luar Negeri, merangkap Menteri Keséhatan. Jabatan Menteri Luar Negeri sebelumnya dijabat oleh Tengku Thjik di Tiro Hasan Muhammad.
3. Claim Wilayah Kedaulatan Hukum Negara Acheh: "Claim" Negara Acheh mengikut sejarah dan hukum Internasional ada tiga sumber:
2. Menyempurnakan Kabinet: Jabatan Perdana Menteri Acheh pertama dijabat oleh Tengku Mukhtar Hasbi Geudông (1976-1982). Kemudian digantikan oleh Tengku Ilyas Leubé (1982-1984). Setelah itu, jabatan Perdana Menteri kosong. Barulah dalam "Muwafakat Bansa Atjèh Ban Sigom Donja" ini, Wali Negara, Tengku Thjik di Tiro Hasan Muhammad melantik secara resmi Tengku Malik Mahmood sebagai Perdana Menteri baru menggantikan Tengku Ilyas Leubé, terhitung 21 Juli 2002, merangkap sebagai sebagai Menteri Negara sejak 1976-sekarang. Selain daripada itu, Tengku Dr. Zaini Abdullah, Menteri Keséhatan Acheh (1976-sekarang), sekarang menduduki Jabatan baru sebagai Menteri Luar Negeri, merangkap Menteri Keséhatan. Jabatan Menteri Luar Negeri sebelumnya dijabat oleh Tengku Thjik di Tiro Hasan Muhammad.
3. Claim Wilayah Kedaulatan Hukum Negara Acheh: "Claim" Negara Acheh mengikut sejarah dan hukum Internasional ada tiga sumber:
- Wilayah Hukum Negara Acheh mengikut peta yang dibuat oleh French Map ROAYAUME D'ACHEM (Kingdom of Acheh) yang dibuat pada abad 17.
- Wilayah Hukum Negara Acheh sesudah 7 tahun perang Acheh-Belanda, tahun 1873. English Map yang dibuat oleh Fullerton & Co. London, Dubin, & Edinburgh TAHUN 1880.
- Wilayah Hukum Negara Acheh sesudah 10 tahun perang Acheh-Belanda, tahun 1873. English Map, dikeluarkan oleh London Grafic 22 September 1883.
- Wilayah Hukum Negara Acheh yang berbatasan dengan Sumatera Utara sekarang.
4. Tuntutan Pemerintah Negara Acheh sekarang ialah wilayah kedaulatan hukum dalam point 4 (yang berbatasan dengan Sumatera Utara sekarang). Acheh tidak menggunakan hak untuk menguasai bagian wilayah Sumatera yang sebelumnya merupakan wilayah dibawah lindungan Kesultanan Acheh seperti tercantum dalam point 1, 2 dan 3. Peta tersebut dalam dilihat dalam homepage negara Acheh (ASNLF.COM atau ASNLF.NET). Belanda sendiri, dalam ultimatumnya kepada Sultan Acheh tanggal 26 Maret 1873, ialah salah satunya berbunyi:"Acheh menyerahkan semua wilayah Sumatera (wilayah kedaulatan hukum Kesultanan Siak, Asahan, Deli, Langkat & Temiang) yang berada dibawah perlindungan Kesultanan Acheh. Jika satu saat nanti bangsa-bangsa Sumatera sepakat untuk membentuk negara confederasi Sumatera, kita akan bicarakan secara seksama demi kepentingan politik, ekonomi dan pertahanan Sumatera secara menyeluruh.
5. Ibukota negara Acheh: Kutaradja
.
6. Asas Penentuan Warga Negara: Negara Acheh menganut asas Yusanguinis untuk menentukan status kewarganegaraan Acheh. Artinya: Semua keturunan Acheh adalah Bangsa Acheh dan otomatis menjadi Warga Negara Acheh, terkecuali atas kehendak sendiri memilih kewarganegaraan lain. Lelaki atau perempuan keturunan Acheh yang kawin dengan bangsa lain dan menetap dan beranak-pinak di Acheh, pasangannya dapat menjadi Warga Negara Acheh mengikut ketentuan hukum yang berlaku. Demikian juga, semua orang yang bukan keturunan Acheh yang sudah tinggal dan berketurunan (beranak-pinak) di Acheh sebelum tahun 1976, akan diberi status kewarganegaraan Acheh, sesudah melalui proses pemeriksaan secara hukum.
.
.
7. Kedudukan Negara Acheh adalah "successor state" yang menganut prinsip demokrasi. Artinya: struktur dan sistem Pemerintahan Negara Acheh akan ditentukan sepenuhnya oleh Bangsa Acheh sendiri berdasarkan prinsip demokrasi.
.
.
8. Hukum Negara Acheh menganut Adagium:
"ADAT BAK PO TEUMEURUHÔM
HUKÔM BAK SJIAH KUALA
KANUN BAK PUTROË PHANG
REUSAM BAK BINTARA"
Adagium hukum inilah yang telah mengantar Kerajaan Acheh ke puncak kejayaannya di zaman Sultan Iskandar Muda.
9. Menyetujui terbentuknya "ACHEH SOCIOLOGICAL RESEARCH", yang struktur, staff, kantor dan alamatnya akan ditetapkan kemudian. Institut ini akan berfungsi dan berperan untuk mencari, menghimpun dan menyimpan semua dokumen mengenai Acheh dari semua sumber informasi seluruh dunia.
10. Pendidikan Acheh akan dilancarkan melalui jaringan elektronik ke seleruh penjuru dunia dimana saja Bangsa Acheh berada, demi meningkatkan kesadaran hidup berbangsa dan bernegara.
11. Wali Negara Acheh, Tengku Thjik di Tiro Hasan Muhammad, sebagai Kepala Negara Acheh mengeluarkan perintah hari ini ("Order of the day"). Perintah ini dikenal sebagai Deklarasi Stavanger, 21 Juli 2002, yang menyerukan kepada seluruh Bangsa Acheh dimana saja berada, supaya siap sedia menghadapi perang total yang mungkin dilancarkan oleh rezim Indonesia, sebab pihak Indonesia bermaksud untuk menggagalkan Perundingan Damai Acheh-Indonesia yang difasilitasi HDC, Geneva dan telah mengirim serdadunya ke Acheh yang hampir 100.000 personil untuk melancarkan perang.
12. Mensensus Bangsa Acheh seluruh dunia.
13. Meningkatkan usaha diplomasi di Eropah, Amerika, Afrika dan Asia tentang Acheh.
14. Keputusan yang menyangkut perkara dalaman Negara Acheh, belum saatnya dipublikasikan.
"ADAT BAK PO TEUMEURUHÔM
HUKÔM BAK SJIAH KUALA
KANUN BAK PUTROË PHANG
REUSAM BAK BINTARA"
Adagium hukum inilah yang telah mengantar Kerajaan Acheh ke puncak kejayaannya di zaman Sultan Iskandar Muda.
9. Menyetujui terbentuknya "ACHEH SOCIOLOGICAL RESEARCH", yang struktur, staff, kantor dan alamatnya akan ditetapkan kemudian. Institut ini akan berfungsi dan berperan untuk mencari, menghimpun dan menyimpan semua dokumen mengenai Acheh dari semua sumber informasi seluruh dunia.
10. Pendidikan Acheh akan dilancarkan melalui jaringan elektronik ke seleruh penjuru dunia dimana saja Bangsa Acheh berada, demi meningkatkan kesadaran hidup berbangsa dan bernegara.
11. Wali Negara Acheh, Tengku Thjik di Tiro Hasan Muhammad, sebagai Kepala Negara Acheh mengeluarkan perintah hari ini ("Order of the day"). Perintah ini dikenal sebagai Deklarasi Stavanger, 21 Juli 2002, yang menyerukan kepada seluruh Bangsa Acheh dimana saja berada, supaya siap sedia menghadapi perang total yang mungkin dilancarkan oleh rezim Indonesia, sebab pihak Indonesia bermaksud untuk menggagalkan Perundingan Damai Acheh-Indonesia yang difasilitasi HDC, Geneva dan telah mengirim serdadunya ke Acheh yang hampir 100.000 personil untuk melancarkan perang.
12. Mensensus Bangsa Acheh seluruh dunia.
13. Meningkatkan usaha diplomasi di Eropah, Amerika, Afrika dan Asia tentang Acheh.
14. Keputusan yang menyangkut perkara dalaman Negara Acheh, belum saatnya dipublikasikan.
Yusra Habib Abd Gani
(Atas nama 8 orang anggota Team Work),
Notulis: Yusra Habib Abdul Gani
Stavanger Norway, 21 Juli 2002.
SUMBER: jejaring sosial Nurlina
DAPAT disimpulkan bahwa, dalam Notulen
tersebut, tidak disebut ada pengganti atas Jabatan Wali Negara Aceh. "Kedudukan Wali
Negara Aceh tetap dipegang oleh Tgk. Hasan di Tiro sampai waktu yang tak
terbatas"
0 Komentar