PENA News | Beberapa akademisi yang didominasi dari Universitas Sumatera Utara (USU) menyusun strategi memerdekakan Sumatera Utara dari NKRI. Dalam waktu dekat materi gugatan itu akan diajukan ke Mahkamah Internasional.
Prof M Arif Nasution, salah satu penggagas Sumut Merdeka menegaskan pihaknya tidak main-main dalam rencana itu. Ketua Program Pascasarjana Studi Pembangunan USU itu mengatakan saat ini beberapa tim penggagas sudah berada di Belanda mengumpulkan bahan maupun bukti untuk dijadikan materi gugatan.
“Selasa (26/11/2013) nanti mereka pulang. Apa yang mereka dapat nanti kita bahas lagi,” kata Arif kepada Serambi, Kamis (21/11) sore.
M Arif menyebutkan, penyusunan strategi kemerdekaan ini melibatkan sejumlah akademisi ternama Sumut. Aantara lain, DR Edi Ikhsan, DR Hakim Siagian Mhum, Prof Tan Kamello, DR Sahidin Sh Mhum. Drs Bengkel Ginting, Drs Toni P Situmorang, dan Prof DR Marlon Sihombing.
Ide awal memerdekan Sumut dari NKRI itu, kata dia, tak terlepas dari kebijakan pemerintah pusat yang tidak adil. Parahnya menurut dia, ketidakadilan itu menyentuh segala lini, mulai dari ekonomi, hukum dan sosial. Ia mengategorikan sikap pemerintah itu sebagai pembiaran politik. “Tak satu pun BUMN di Sumut ini memberikan kontribusi. Kita (Sumut) hanya dapat retribusi parkir dan PBB,” tandasnya.
Hal itu dinilainya tidak adil, karena di Aceh pembagian pendapatan daerah berbanding 70 persen dengan 30 persen. “70 persen untuk Aceh, sisanya pusat. Di Jogjakarta pun begitu, komposisi 60 persen dengan 40 persen. Nah kita sama sekali tidak ada,” tandasnya.
Arif menegaskan dalam waktu dekat mereka akan mengumumkan secara resmi rencana Sumut Merdeka dengan mengundang media massa. “Akan kita umumkan. Nanti, setelah tim dari Belanda kembali,” tandasnya.
Sekretaris Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Sumut, Nuzirwan Lubis menganggap rencana memisahkan Sumut dari NKRI hal yang wajar. Ia sepakat kalau kesenjangan yang tercipta dengan daerah di Jawa sangat mencolok.
“Itu jalur Cipularang setiap tahun diperbaiki dengan alasan jalur mudik. Nah kenapa Aeklatong tidak seperti itu. Itukan tidak adil,” ujarnya.
Namun ia berharap strategi kemerdekaan itu tidak dilakukan dengan mengangkat senjata, melainkan dengan jalur diplomasi melibatkan dunia internasional. “Kalau perang sama saja menciptakan penderitaan rakyat,” tukasnya.
SUMBER: www.aceh.tribunnews.com
0 Komentar