PENA NEWS 17-10-2014 Untuk mencari sedikit pencerahan tentang dana reintegrasi
mantan kombatan, Team PENA mencoba menghubungi orang orang yang pernah
berkecimpung di dalam program tersebut. Kita tidak bisa menyebut nama orang
orang itu, tapi untuk lebih jelasnya, dibawah ini adalah hasil wawancara kita dengan
mereka.
Di tahun 2006 sebelum ada PENA, saya sempat pulang ke Aceh,
dan ketika itu saya sempat mengamati tentang dana reintegrasi para mantan
kombatan ini.
Karena duit rela jual maruah |
Apa yang saya ketahui sangat mengagetkan juga, sebab semua
uang reintegrasi itu diserahkan oleh orang DPRK kepada Panglima, dan kemudian
para Panglima ini yang membagi bagikan kepada anggota mereka.
Apa yang membuat saya heran waktu itu, banyak mantan
kombatan yang tak dapat jatah dana reintegrasi itu, disebabkan mereka turun
gunung sehari setelah pananda tanganan MoU Helsinki, alasannya adalah belum ada
perintah turun gunung, jadi mereka yang duluan turun gunung ini di anggap orang
menyerah.
di sisi lain ada pula yang seharusnya berhak mendapatkan
uang itu, tapi ternyata tidak dapat walau sepesrerpun, ketika itu saya bertanya
pada salah seorang yang bekerja di DPRK Aceh tengah, saya pergi dengan salah
seorang mantan kombatan yang bernama Dani.
Apa yang saya dengar dari omongan anggota DPRK itu memang
benar bahwa uang itu sudah dibagikan kepada para ppanglima dan disuruh membagi
bagikannya kepada para anggotanya. Dan begitulah cerita yang saya dapat waktu
itu.
Dengan munculnya salah seorang yang bernama Din Minimi, maka
sayapun ingin sekali tahu lebih lanjut tentang peredaran dana reintegrasi ini,
dengan harapan, para mantan kombatan tidak menyalahkan orang yang sama sekali
tidak terlibat dalam hal pembagian jadup itu.
Makanya untuk lebih jelas tentang cara atau proses pembagian
itu, saya memastikan lagi apakah berita itu benar atau tidak, sebab saya tidak
mau nanti apa yang saya tulis ini merupakan berita absurd atau bohong.
”Badan reintegrasi seharusnya terdiri tiga pihak: RI-GAM dan
AAM. Tetapi ketika pihak RI menuntut supaya milisi juga diberi kompensasi
seperti GAM padahal di Helsinki Pemeri RI jelas menyatakan milisi tidak ujud.
Akibatnya GAM menarik diri dari badan itu dan akhirnya tidak jadi tripartite,
tetapi badan adhoc di bawah gubernur, waktu itu Azwar Abubakar dan atas
usahanyalah diperoleh dari Pemri 10 juta per kombatan dan tanah 2 ha, untuk 3000
orang.
Sementara itu terjadilah kesalah fahaman di dalam tubuh para
anggota GAM, dan hasilnya adalah Irwandi dipecat dari AMM dan diganti oleh
Zakaria Saman. Dalamn pertemuan terakhir Zakaraia Saman menyatakan mantan kombatan
tidak perlu tanah, sebab tanah masih banyak di Aceh, dia minta ditukar saja dengan
uang cash, ahirnya saran itu disetujui 15 juta, jadi totalnya 25 juta.
Sebenarnya terdapat banyak kendala2 dalam pencairan dana itu,
dan pada akhirnya diberikan dalam bentuk 3000 check, melalui panglima2. Check2
tsb atas nama 3000 anggota GAM yang disampaikan oleh Mualem. Namun karena
jumlah eks Combatan bukan 3000 tapi mencapai lebih 20,000 maka pembagian
diserahkan kepada panglima2.
Akhirnya dibagi2 antara 200, 000 hingga 2 juta seorang,
menurut kebijaksanaan panglima masing2. Waktu
itu solidaritas dan persatuan dan kesetiaan pada panglima masih kuat. Tidak ada
yang protes, nampaknya semua ikhlas.
Ketika Irwandi menjadi gubernur, dia mewarisi BRA. Tentunya
dia tidak bisa menolak, walaupun tadinya dia yang menarik GAM dari badan
tripartite. Ketika itu kedudukan kepala BRA sangat gawat. Sudah tiga orang
letak jawatan dalam masa 2 tahun. Tidak ada yang mau pegang, karena dirong-rong
oleh preman2 GAM. Akhirnya Irwandi memanggil Nur Djuli dari KL.
Ketika Nur Djuli jadi
ketua, kompensasi untuk eks kombatan sudah selesai. Tetapi ketika Nur Djuli
membuat kategori baru: Korban konflik, 10 juta seorang, terdaftar 6200 orang
(yang dikemukakan oleh geuchik dan panglima GAM). Banyak diantara mereka bukan
korban tapi prajurit GAM.
Pembagian Ini langsung ke rekening bank penerima. Pressure
dari TNI thd pemerintah pusat akhirnya diberikan 10 juta per orang untuk 6500
orang. Ketika dana itu diterima oleh Nur Djuli, Nur Djuli tidak mau mendistribusinya
karena dia tidak punya daftar anggota milisia, yang katanya dulu "tidak
ujud" dalam hal ini bisa dikatakan harus jaga prinsip dan komitmen
perdamaian dan kesepakatan antara GAM dan RI.
Kemudian Nur Djuli menyerahkan dana tersebut pada Kesbang
Linmas. Distribusi oleh Kesbag Limnas inilah terjadi penuh penyelewengan,
hingga sampai ke jaksa, termasuk 100 unit diambil oleh Tagore .
Di Banda Aceh saja ditemukan oleh BPK sebuah keluarga
menerima 7 unit, termasuk seorang berumur 17 tahun, yang artinya ketika konflik
dia masih bai. Namun kasus2 ini terpendam di kejaksaan dan tidak pernah dibawa
ke pengadilan.
Untuk
Detail lebih jelas dan lebih terang tentang program BRA, anda bisa dibaca dalam:
BRA 2009, 5 year action plan”.
Kesimpulan
saya dari wawancara ini adalah: sebenarnya dana itu bukannya tidak sampai ke
tangan orang yang seharusnya menerimanya, tapi kesalahan itu ada pada komandan
komandan yang menerima dana reintegrasi itu. Jadi kalau ada para mantanTNA yang
kurang puas, seharusnya menuntut ketidak puasannya pada orang yang
bersangkutan yang membagikan dana itu, bukan kepada pemerintah atau BRR.
Kami dari
PENA berharap, agar tulisan ini dapat mencerahkan sedikit pengertian tentang
dana reintegrasi yang masih menjadi tanda tanya.
Salam dari team PENA Denmark Johan Makmor
Salam dari team PENA Denmark Johan Makmor
0 Komentar