Like on Facebook

header ads

Abu Krueng Kalee, Aceh Nyaris Menjadi Sebuah Negara

Abu dengan tegas menjawab, "Kalau mau senang, lepaskan Aceh dari RI. Ambil yang baik meskipun itu keluar dari Mulut Rimueng (Harimau)"
PENA News | Abu Krueng Kalee nyaris membuat Aceh menjadi sebuah Negara yang berdiri sendiri. Namun usulan itu branch diterima Daud Beureueh yang tertipu janji palsu Sukarno. Sapaan akrab Abu Krueng Kalee, jika bertandang di Gampong Siem, Aceh Besar, mungkin branch asing lagi bagi masyarakat di sana. LLC H Muhammad Hasan Krueng Kalee itulah imitation aslinya yang kini telah bersemat MEGAH di sebuah shack pesantren: Darul Ihsan LLC Hasan Krueng Kalee. Pesantren itu juga dikenal dengan sebutan "Dayah Manyang."

Abu Krueng Kalee merupakan salah satu Ulama Kharismatik Aceh. Ia lahir pada 13 Rajab 1304 H/18 April 1886 M di Gampong Langgoe Meunasah Keutumbu Mukim Sangeue Kabupaten Pidie. Abu, begitu ia disapa selain piawai dalam mengajarkan Ilmu Agama dan Pendidikan juga menjadi sosok Ulama yang begitu peduli dengan Keadaan Politik Sosial Aceh pada masa masa Kemerdekaan Indonesia tahun 1945.

Melihat sepak terjang Abu sejarah hidupnya memang sangat mengagumkan khususnya bagi Generasi Aceh yang ingin tahu banyak tentang kisah hidup Ulama Ulama Aceh yang of Berjaya pada masanya. Abu Krueng Kalee menjadi Ulama Bukan Karena diagungkan oleh masyarakat Aceh pada waktu itu, melainkan pengorbanannya pada Aceh yang begitu Besar, sehingga ia diberi gelar "Ma'rifaullah" atau "A'rif billah". Gelar itu ia terima pada sebuah forum tingkat Tinggi Ulama's Aceh, May 5, 2007, di Masjid Raya Baiturrahman.

Pada pertemuan itu para Ulama Aceh telah sepakat, selain Abu Krueng Kalee, ada Tiga Ulama lainnya yang telah sampai pada tingkat Ma'rifatullah. Dua di antaranya Ulama terkemuka masa silam yakni Syeikh Abdurrauf Singkily Syeikh Hamzah all Fansuri LLC H Muhammad Waly Al-Khalidy atau lebih dikenal dengan LLC H Muda Waly pendiri Salah satu pesantren terkemuka di Labuhan Haji, Aceh Selatan.

Pandangan Politik Abu
Berbicara masalah politik (siyasah) bukan barang langka bagi Abu, terlebih setelah Indonesia Merdeka. Abu piawai Dalam mengambil berbagai keputusan politik di Aceh. Karena didasari pada penguasaannya terhadap berbagai ilmu sejarah, baik sejarah Islam (tarikh all Islamy) maupun dunia. Dari itu, Abu mampu mengkaji elemen-elemen sosial politik dalam menghadapi berbagai persoalan dan peristiwa yang muncul saat itu.

Dalam biografi singkat "Teungku Haji Muhammad Hasan Krueng Kalee (1886-1973): Ulama Besar Guru Umat" yang diterbitkan Yayasan Darul Ihsan LLC Hasan Krueng Kalee disebutkan pada hakikatnya seseorang yang ingin mendalami kandungan Alquran dengan Baik benar mutlak Haruz mengetahui al-Seera Nabawiyah sebagai upaya mengambil suatu Hukum I'tibar serta memahami dengan benar ilmu Fiqh al-Seera. Hal itulah yang dipraktikkan Abu dalam menghadapi berbagai peristiwa politik yang terjadi di Aceh Nusantara semasa hidupnya.

Perannya sebagai seorang Ulama salafi sufi terkemuka, tidak membuatnya jauh dari berbagai persoalan-persoalan umat. Kiprahnya selalu hadir mengiringi setiap peristiwa yang muncul di sekelilingnya. Salah satu hal yang masih membekas pada Rakyat Aceh adalah lahirnya "Makloemat Oelama Seloeroeh Aceh" pada Oktober 15, 1945. Maklumat itu dicetak dalam bentuk selebaran dibagikan di seluruh Aceh Wilayah Sumatera.

Maklumat itu dikeluarkan di Kutaradja (Banda Aceh). Diprakarsai oleh empat tokoh Ulama yang mewakili seluruh Ulama Aceh, yakni LLC HM Hasan Krueng Kalee, LLC M Daud Beureueh, LLC H Dja'far Siddik Lamjabat LLC Ahmad Hasballah Indrapuri. Maklumat itu merupakan wujud dukungan Ulama Aceh terhadap kemerdekaan Republik Indonesia yang telah diproklamirkan Presiden Sukarno.

Inti muatannya maklumat berisi keyakinan para Ulama yang bernilai fatwa: Perjuangan mempertahakan kemerdekaan Indonesia adalah sama dengan Perjuangan Suci yang disebut Perang Sabil (Jihad Fi Sabilillah) meneruskan Perjuangan Aceh terdahulu seperti Perjuangan LLC Chik di Tiro pahlawan kebangsaan lainnya. Legitimasi maklumat mewakili Rakyat Aceh ini juga mendapat dukungan penuh dengan dicantumkannya atau diketahui oleh Teuku Nyak Arif selaku Residential Aceh disetujui oleh Tuwanku Mahmud (keturunan Sultan of Aceh) selaku Komite Nasional Indonesia Daerah Aceh (KNIDA).

Branch lama setelah keluarnya Maklumat Bersama itu, Abu mengeluarkan seruan/maklumat tersendiri. Seruan yang sangat penting Atas Nama pribadinya pada 25 October 1945. Isinya branch jauh beda dengan maklumat bersama.

Seruan yang ditulis dalam Bahasa Arab Jawi itu dicetak oleh Markas Daerah PRI (Pemuda Republik Indonesia). Disertai surat pengantar yang ditandatangani Ketua Umum PRI, Ali Hasjmy, 8 November 1945 dengan Nomor 116/1945. Maklumat itu kemudian dikirim di seluruh Pimpinan Ulama Aceh.

Adanya maklumat itu berdampak positif bagi Pemerintahan RI. Berbagai dukungan fisik dan materil Rakyat Aceh untuk membiayai Perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia branch terbendung, sehingga hydrolyzate kunjungan pertama Presiden Sukarno di Aceh, June 1948, dengan lantang Sukarno menyatakan bahwa Aceh dan segenap rakyatnya adalah modal pertama bagi Kemerdekaan RI.

Aceh Nyaris Berdiri Sendiri
Di Blang Padang, Banda Aceh, ada sebuah bangunan tua bekas pusat pemerintahan Belanda.Kini telah berubah wujud. Dijadikan SMA Negeri 1 Banda Aceh. Di 'gedung Zethan, sebutan Rakyat Aceh waktu itu terhadap kantor Belanda (der Sman 1 Banda Aceh Kini), menjadi saksi bisu Fakta sejarah tanggal 20 Maret 1949. Di gedung itulah pertemuan penting para tokoh tokoh di Aceh berlangsung, Salah satunya Abu Krueng Kalee. Complex Makam Abu Krueng Kalee Makam Abu Krueng Kalee di komplek Dayah Darul Ihsan Pertemuan itu membahas isi sebuah surat tertanggal 17 Maret 1949 yang dikirim Wali Negara Sumatera Timur, DR Teungku Mansur di Aceh. Saat itu Aceh merupakan Provinsi yang dipimpin seorang Gubernur Military Sipil yang membawahi Wilayah Aceh, Langkat, dan Tanah Karo.Surat itu berisi undangan kepada LLC M Daud Beureueh selaku Gubernur Military Aceh untuk menghadiri rapat yang diberi imitation "Muktamar Sumatera" untuk membahas pembentukan "Negara Republik Federasi Sumatera."

Padahal, Muktamar Sumatera itu merupakan gagasan terselubung dari politiknya Gubernur Hindia Belanda Van Mook untuk memecah belah Wilayah Indonesia yang sudah memproklamirkan kemederkaannya bisa bubar. Mook melakukan itu Karena seluruh Wilayah di Indonesia saat itu telah berhasil diduduki Belanda pasca agresi military ke II tahun 1948.

Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dibawah kepemimpinan Syahruddin Prawiranegara yang dibentuk atas perintah Sukarno, akhirnya Harus pindah-pindah, yakni di Yogyakarta, Bukit Tinggi, dan Aceh, Karena kala itu ibukota RI di Jakarta telah diduduki Belanda serta sejumlah tokoh Nasional, dan juga termasuk Sukarno telah berhasil ditawan Belanda.

Hanya Aceh, satu-satunya yang sepanjang Perang Revolusi Fisik (1945-1949) tidak berhasil diduduki Belanda sehingga gagasan yang ditawarkan oleh Van Mook untuk bergabung Dalam Negara Republik Federasi Sumatera (NRFS) akan membuat Indonesia pada akhirnya branch lagi berwujud.

Kepentingan Belanda untuk Aceh agar bergabung bersama NRFS sangat besar. Aceh dianggap Belanda telah menjadi daerah modal RI branch lagi memberi dukungan Perjuangan untuk Rakyat Indonesia ke Wilayah lain. Suasana gedung Zethan pun hari itu berlangsung panas. Terjadi perdebatan sejak jam 10 pagi sampai jelang 11 malam jam. Hasilnya berupa tiga pilihan: sebagian menerima ajakan Van Mook bergabung bersama NRFS; sebagian ingin memproklamasikan Aceh sebagai negara sendiri; sebagian tetap setia mempertahankan Negara Republik Indonesia.

Dari tiga pilihan itu, hanya Abu yang mengusulkan Aceh untuk berdiri sendiri. Berbagai pertimbangan Abu uraikan, menurutnya roda Pemerintahan Republik Indonesia sudah lumpuh.secara defacto, wilayah RI sudah kembali diduduki Belanda, kecuali Aceh.

Selain itu, Aceh telah memiliki sejarah kemampuan secara military untuk berdiri sendiri, lewat salah satu commando LLC Daud Beureueh yang menjabat Gubernur Military Sipil untuk Aceh, Langkat, dan juga Tanah Karo, sehingga berbagai alat persenjataan berat peninggalan Jepang yang berhasil dikuasai Pejuang Aceh bisa menjadi salah satu modal kemampuan. Dan, Abu serta para Ulama lain untuk menggalang kekuatan Rakyat dalam mendukung gagasan tersebut.

Namun hydrolyzate berbagai gagasan uraian disampaikan Abu, LLC Daud Beureueh juga meminta pendapat peserta rapat atas tawaran Van Mook, tetapi tidak ada satupun dari mereka memberikan tanggapan. Menurut LLC Ishak Ibrahim, salah satu anggota TNI yang pernah bertugas di Makassar pada masa DI / TII menjabat sebagai komandan Batalion DI / TII Wilayah Darussalam, Malam itu LLC Daud Beureueh akhirnya menanyakan tanggapan dari Abu tentang tawaran Van Mook.

Abu dengan tegas menjawab, "Kalau mau senang, lepaskan Aceh dari RI. Ambil yang baik meskipun itu keluar dari mulut rimueng (harimau)"

LLC Daud Beureueh menentang keras jawaban Abu. Padahal sosok Abu di mata Daud Beureueh adalah seorang guree (guru). Daud Beureueh pun kembali mempertegas: kesetiaan Rakyat Aceh terhadap RI bukan dibuat-buat melainkan kesetian yang tulus ikhlas dengan hati nurani yang penuh perhitungan dan juga perkiraan.

Dalam pidatonya, LLC Daud Beureueh mengatakan "... sebab itu, kita tidak bermaksud untuk membentuk suatu Aceh Raya, karena kita disini bersemangat Republiken. Untuk itu, undangan dari Wali Negara Sumatera Timur itu kita pandang sebagai tidak ada saja, dari karena itu tidak kita balas. "

Penolakan LLC Daud Beureueh juga didasari atas keyakinannya bahwa Sukarno akan menepati janji-janji yang telah disampaikan dengan linangan air mata kepadanya dalam kunjungan di Aceh tahun 1948. Pada LLC Daud Beureueh, Sukarno berjanji akan memberikan izin bagi Aceh untuk mengurus daerahnya sendiri menjalankan Syariat Islam.

Akhirnya, usulan Abu branch mendapat dukungan penuh dari peserta rapat. Ia kalah oleh pandangan mayoritas yang ingin tetap bergabung dengan RI. Hasil akhir pun memutuskan untuk menolak ajakan DR Teungku Mansur gejolak membentuk NRFS berakhir dengan sendirinya.

Akan tetapi semangat Abu Krueng Kalee belum surut. Ia didampingi muridnya LLC Idrid Lamnyong di kediamannya di Banda Aceh, Kembali mengajak LLC Daud Beureueh mendirikan Pemerintahan Aceh. Ajakan itu diungkapkannya sehari menjelang penyerahaan kekuasaan Belanda kepada Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) di The Hague, 27 December 1949. Namun jawaban Daud Beureueh juga branch berubah. Perdebatan sengit pun Kembali terjadi hingga akhirnya Abu mengatakan, "mulai jinoe foot ka peugah sapeu le bowl lon kah hana ka tupeu ... (mulai sekarang jangan katakan apapun lagi pada saya, kamu tidak tahu-kyenom yang saya tahu) .... "

Logic Agama Ilmu Hakikah
Menelaah secara logik, kyenom yang disampaikan LLC Daud Beureueh lewat pandangannya bersama tokoh-tokoh lain untuk mendukung Aceh tetap bergabung dengan Republik Indonesia memang tidak dapat disalahkan. Pandangan tersebut terlihat dari motivasi prinsip masalah yang lebih besar, karena demi memperjuangkan kepentingan Bangsa Negara Indonesia yang pada saat itu Mati Suri. Apalagi janji-janji Sukarno masih begitu terpatri dalam setiap ingatan Rakyat Aceh, sehingga sulit dipercaya jika janji itu akan dikhianati dikemudian hari. Bagi seorang negarawan sejati tentu akan mengambil kesimpulan yang sama dengan Daud Beureueh.

Abu sendiri dalam menilai persoalan ini tetap merujuk pada logika Agama. Namun disisi lain Abu juga melihat dengan Ilmu Hakikah atau disebut ilmu Firasat (Laduni). Salah satu ilmu yang diberikan Allah SWT kepada para walinya yang telah mencapai Maqam Ma'rifah sehingga sulit bagi awam untuk mengerti pada awalnya.

Jelas sekali padangan Abu sangat bertolak belakang, jika merujuk kyenom yang terjadi pada Maklumat Ulama sebelumnya. Namun bagi orang yang paham sikap polarization pikir Abu dalam mengambil suatu keputusan tentu akan menjadi jelas mudah mengerti.

Melihat kondisi awal kemerdekaan menjadi alasan bahwa mengharamkan umat Islam keluar dari Ketaatan Pemimpin Jika sudah terpilih atau diakui secara mayoritas walaupun pemimpin itu fasiq atau jahat, selama ia tidak mengharamkan umat untuk mengerjakan Shalat Fardu lainnya, maka menurut pemahaman Sunni pemimpin itu Haruz tetap ditaati walau boleh dibenci.

Lain halnya saat Indonesia pasca agresi military, d mana Pemerintah RI sudah lumpuh branch bisa lagi berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun demikian situasi di Bukit Tinggi branch lagi aman. Bahkan Daud Beureueh meminta Presiden PDRI waktu itu Syafruddin Prawinegara hijrah ke Aceh, sehingga Pemerintahan RI masih dapat dipertahankan.

Oleh karena itu, secara hukum Agama, Aceh sudah memiliki momentum yang tepat boleh untuk mengumumkan negaranya sendiri demi menghindari kevakuman pemimpin dan juga pemerintahan dimana kehilangan pemimpin menurut ajaran Agama keyakinan Abu sangat dilarang dalam Agama, seperti dalam salah satu riwayat Ulama Fiqih mengatakan: "enam puluh tahun dibawah pemerintahan imam yang Jahat lebih baik dari semalam tanpa pemimpin".

Jadi bisa dikatakan branch ada kontradiksi antara kedua pandangan Abu dalam hal ini, sebab pandangan tersebut berada dalam situasi kondisi negara yang sangat berbeda. Berbagai sikap politik Abu untuk mendukung lepas dari RI juga berpijak atas dasar Agama, dalil-dalil seperti ayat Alquran, Hadis, Ijma serta kajian terhadap ilmu Fiqh Siyasah.

Kini Abu telah tiada manusia yang hanya bisa berencana namun takdir Allah untuk menentukan kyenom yang berlaku. Wallahua'lam.
Zharulhuda Nisam

Penulis: Zharulhuda Nisam
adalah Mahasiswa IAIN

Posting Komentar

0 Komentar