TAKENGEN | PENA News | Di sejumlah media lokal, baik cetak maupun online dijelaskan, ada pertemuan Raja-Raja Aceh di Calang, termasuk yang hadir keturunan dari Reje Linge. Hal ini dinilai adalah pembohongan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dan membentuk opini seolah-olah keturunan Reje Linge menyetujui pertemuan tersebut, serta mendukung Wali Nanggroe Malek Mahmud.
Zam-Zam Mubarak (Foto:LeuserAntara.com) |
”Itu adalah strategi propaganda licik yang dilakukan sejumlah orang yang saat ini lagi berkuasa di Aceh,” ujar Zam-Zam Mubarak, salah seorang tokoh muda Gayo kepada LeuserAntara, di Takengen, tadi sore, Jumat (18/10/2013).
Menurutnya, keturunan Reje Linge sudah jelas garisnya, ada yang saat ini berada di Gayo, ada juga mereka berada di daerah lain.” Jika ada yang mengaku Reje Linge dan hadir di Calang itu adalah keturunan yang palsu. Jelas rakyat Gayo secara keseluruhan tidak pernah mengakuinya ,” ujar Zam-Zam.
Jadi menurut tokoh muda Gayo ini, masyarakat Gayo tidak perlu gusar, kalo saat ini ada yang mengaku ketururna Reje Linge. “Mereka hanya gila jabatan dan gila pengakuan, mereka juga sekarang sedang terbuai oleh bujuk rayu Wali Nanggroe, karena dengan berkumpulnya sejumlah keturunan raja tersebut, akan diarahkan untuk mendukung posisi Wali Nanggroe, itu strategi mereka. Walaupun, saat ini raja-raja tersebut tidak memiliki rakyat, alias raja gila tahta ,” sindir Zam-Zam.
Sebelumnya, seperti yang telah diberita oleh Media Serambi, raja-raja dari seantero Aceh, Kamis (17/10) kemarin berkumpul di Lamno, Kecamatan Jaya, Aceh Jaya. Mereka menghadiri seumeuleung (upacara menyuapi raja), sebuah tradisi para raja Daya yang berlangsung di makam Poteumeureuhom di Desa Gle Jong, Kecamatan Jaya.
Di antara raja yang hadir kemarin adalah Raja Pidie, Raja Linge, Nagan Raya, Blangpidie, Aceh Selatan, Raja Meulaboh, dan sejumlah raja lainnya di Aceh. Hadir pula Bupati Aceh Jaya, Ir Azhar Abdurrahman dan tokoh masyarakat setempat.
Upacara itu terasa lebih lengkap karena dihadiri Pemangku Wali Nanggroe, Malik Mahmud Al-Haytar. Upacara tersebut merupakan adat memuliakan raja yang dilaksanakan setiap tahun sejak 1480 Masehi. Pelaksanaannya selalu pada hari ketiga Idul Adha.
Ribuan warga membanjiri lokasi tersebut, karena di situ selain dilakukan prosesi seumeuleung juga menjadi lokasi wisata yang sering dikunjungi warga, apalagi dalam suasana Lebaran, sehingga pengunjungnya makin ramai.
(sumber LeuserAntara.com)
0 Komentar