Like on Facebook

header ads

Pelajari Islam dan Wasiat Snouck Hurgronje Pada Tahun 2036

Penduduk Mekkah Saat Itu
PENA News | Snouck Hurgronje. Nama itu tak asing lagi dalam sejarah perjuangan di masa penaklukan Acheh oleh kolonial Belanda. Berkat informasi yang dipasok orientalis yang menguasai Budaya Acheh dan Islam itu. Dan, pasukan Kolonial Belanda berhasil “menguasai” Acheh.

Rupanya, kiprah warga Belanda itu tak hanya tercatat di bumi Serambi Mekkah saja. Jejak kaki Hurgronje (1857-1936) juga sampai ke Mekkah, Arab Saudi. Demi mempelajari Islam, ritual haji, dan kehidupan masyarakat di Mekkah, lulusan Jurusan Teologi di Universitas Lieden, seorang anak dan cucu pendeta Protestan ini pernah tinggal selama sekitar tujuh bulan di Kota Suci itu.

Pria yang lahir di Oosterhout, Belanda, pada 1857 memiliki nama lengkap Christiaan Snouck Hurgronje. Ini, bahkan dikabarkan sampai mengubah keyakinan agamanya alias menjadi Muallaf, demi bisa menetap di Kota Mekkah. Semua itu dilakukannya agar bisa mempelajari Islam langsung di “jantungnya”.

Photo-photo karya Hurgronje saat menetap di Mekkah pernah dipamerkan di Dubai Financial Center dengan diberi judul 'Mekkah, Sebuah Petualangan Berbahaya'. ''Dia terpesona dengan berbagai macam agama, tetapi secara khusus tertarik pada ajaran dan sistem kepercayaan Islam. Dia juga fasih berbahasa Arab,'' ujar Elie Domit, seorang kurator galeri.

Pada 1880, Hurgronje menulis Tesis Doktornya berjudul "Het Mekkansche Feest" (Pesta Mekkah) yang menggambarkan ibadah haji dan adat istiadatnya. Pada waktu itu, pemerintah di negara-negara Eropa mulai melihat dukungan yang diberikan penduduk Muslim bagi upaya kemerdekaan bagi wilayah koloni Eropa dan Belanda. Mekkah dipandang sebagai tempat berkumpulnya para pejuang Muslim fanatik.

Pada 1884, berkat didanai Pemerintah Belanda, Hurgronje dikirim ke Jeddah untuk meneliti kehidupan Muslim fanatik di Mekkah. Namun dia juga memiliki kepentingan pribadi untuk memasuki Tanah Suci. Karena bukan seorang Muslim, dia pertama kali berangkat ke Jeddah dengan maksud mendekati kalangan elit di sana.

Demi bisa memasuki Mekkah dan mendapatkan kepercayaan dari warga serta pejabat pemerintah disana. Hurgronje secara terbuka mengumumkan keputusannya untuk menjadi pemeluk Islam. Bahkan kemudian dia dikenal dengan sebutan Abd Al-Ghaffar. Berkat cara itu, dia akhirnya diizinkan untuk memasuki Mekkah dan perjalannya diatur pada 21 Januari 1885.

Selama tujuh bulan, Hurgronje tinggal di Mekkah. Meski terbilang singkat, dia mengamati, mencatat, dan mempelajari kehidupan masyarakat lokal. ''Waktu itu, Mekkah memiliki salah satu pasar budak terbesar di dunia. Dan, Hurgronje kagum dengan perlakukan manusiawi yang diberikan kepada budak karena budak-budak itu diperlakukan sebagai anggota keluarga,'' ujar Domit.

Hurgronje juga mengamati kehidupan wanita di Mekkah. Persoalan status sosial, rasa mode, dan kebebasan yang diberikan kepada kalangan wanita ini dibandingkannya dengan wanita di kota-kota di Timur lainnya.

Minatnya yang begitu besar terhadap Mekkah membuat curiga pemerintah negara Eropa yang lain. Setelah itu terungkap bahwa Hurgronje adalah seorang mata-mata, penipu, sekaligus sebagai sedikit dari kalangan orientalis kala itu. Tak lama usai menikahi wanita Ethiopia, dia dideportasi dari Arab Saudi atas permintaan Pemerintah Prancis yang menuduhnya telah mencuri batu Taima.

Akibatnya, Hurgronje harus segera meninggalkan Mekkah. Dengan tergesa, dia mengumpulkan catatan dan photo-photo yang diperolehnya selama tinggal di Mekkah. Namun peralatan kamera ditinggalnya dan dititipkan kepada temannya yang seorang mahasiswa photografi, Al-Sayyid Abd Al-Ghaffar.

Hurgronje kemudian balik ke Belanda dan mulai menulis berbagai artikel mengenai Mekkah. Dia tetap menjalin kontak dengan temannya, Al-Sayyid untuk bertukar informasi dan mendapatkan photo-photo terbaru mengenai Mekkah, termasuk photo-photo mengenai jamaah haji.

Sekembalinya di tanah kelahirannya, tak diketahui kabar selanjutnya, apakah dia masih memegang agama Islamnya, atau kembali ke agama asalnya. Namun, banyak karya yang dibuatnya mengenai Islam dan budaya Mekkah. Mungkin karena itu pula, hubungan dia dengan petinggi Arab Saudi bisa terjalin baik. Sebagai pertanda eratnya hubungan itu, Pangeran Saud dari Kerajaan Saudi sampai tiga kali mengunjungi Belanda selama kurun waktu 1926-1935.

Sosok Lain dari Snouck Hurgronje
Dari sejarah, terutama di periode Perang Acheh (1879-1904), kita tentu mengenal tokoh ini, Christiaan Snouck Hurgronje (1857-1936). Inilah tokoh yang sangat berpengaruh bagi Belanda untuk mengakhiri perang 25 tahun itu, salah satu perang terlama buat Belanda.

Hidup Snouck Hurgronje penuh warna. Dia: ilmuwan ahli agama (Islam dan Kristen), kebudayaan dan bahasa-bahasa Timur; pahlawan bagi Belanda sebagai penasihat perangnya; pengkhianat tanpa tanding bagi Rakyat Acheh; oportunis berkedok ilmuwan bagi para ilmuwan lawannya; juga menikah empat kali dengan perempuan Arab, Sunda (2 kali) dan Belanda.

Dengan kemampuannya fasih berbahasa Arab, Acheh, Melayu, Jawa dan Sunda; Snouck Hurgronje sukses menjalani kehidupannya yang penuh warna itu. Ia diterima di kalangan para bangsawan dan ulama besar Turki, Arab, Acheh dan Sunda. Mengganti namanya menjadi Abdul Ghaffar dan mengganti agamanya dari Kristen menjadi Islam saat belajar Sastra Arab dan agama Islam di Mekkah mungkin adalah usaha-usahanya yang sistematik dan terencana baik dari awal untuk tahun-tahun ke depannya. Tahun 1884-1905 petualangan Snouck dalam berbagai bidang itu terjadi di Mekkah, Batavia, Banda Acheh dan Bandung. Tahun 1906 ia mengakhiri petualangannya kembali ke Belanda, menikahi istri terakhirnya (yang ke-4), seorang anak pendeta, dan dikukuhkan sebagai Guru Besar di Leiden dan pada 1907 dan sampai akhir hidupnya (1936) berprofesi sebagai Penasihat Menteri Urusan Koloni Kerajaan Belanda.

Selama di Indonesia (1889-1905) Snouck Hurgronje sempat tinggal di Jawa Barat (Bandung khususnya). Sebagai seorang ilmuwan dan orientalis serta mungkin berpikir akan ada gunanya kelak, Snouck mengumpulkan naskah-naskah Sunda. Hasil kumpul-kumpul ini menghasilkan koleksi naskah Sunda yang sangat signifikan, sebanyak 371 naskah (total naskah Sunda diperkirakan ada 785 naskah–menurut Edi S Ekajati dkk, 1998–Naskah Sunda: Inventarisasi dan Pencatatan), maka yang berhasil dikumpulkan Snouck itu hampir setengahnya. Untuk mendapatkan naskah-naskah tersebut, Snouck bisa membeli atau diberi. Selama berada di Tatar Sunda, ia sangat dekat dengan para menak atau bangsawan, juga dengan para penghulu dan pemuka agama.

Snouck dua kali menikahi gadis Sunda. Dari masing-masing istri ia mempunyai keturunan. Pernikahan pertama dengan Sangkana, anak Haji Muhammad Taib, penghulu besar Ciamis tahun 1889 (tahun 1890 menurut sumber lain–jadi Snouck menikah begitu ia masuk ke Indonesia melalui Batavia). Sangkana meninggal setelah keguguran anaknya yang kelima.

Pernikahan kedua Snouck adalah dengan Siti Sadiah, anak Haji Muhammad Sueb, yang terkenal dengan sebutan Kalipah Apo (ingat di Bandung ada jalan Kalipah Apo, kalipah maksudnya adalah kalifah –sebenarnya seorang penghulu) di Bandung tahun 1898. Dari pernikahan itu mereka dikarunai seorang anak bernama Raden Joesoef. Namun setelah itu, Snouck Hugronje dipanggil pulang ke Belanda saat anaknya berumur 1,5 tahun. Raden Joesoef sendiri kemudian memiliki 11 orang anak. Yang paling sulung adalah Eddy Joesoef, pemain bulu tangkis yang pada tahun 1958 berhasil merebut Piala Thomas di Singapura.

Tidak diketahui apakah Snouck membawa isteri dan anaknya itu saat dipanggil pulang ke Belanda atau tidak sebab di Belanda Snouck menikah lagi dengan anak seorang pendeta. Yang jelas, saat pulang ke Belanda Snouck tidak lupa memboyong semua naskah Sunda koleksinya. Di Belanda Snouck pun tetap mendapatkan kiriman naskah dari teman- temannya di Tatar Sunda.

Snouck Hurgronje meninggal pada 16 Juli 1936. Menurut Sasmita (2006–Koran Kompas edisi Jawa Barat 6 April 2006) Snouck menulis surat wasiat yang tidak boleh dibuka selama 100 tahun setelah kematiaanya. Surat wasiatnya itu konon sampai kini masih tersimpan di kantor KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-en Volken-Kunde atau Lembaga Kerajaan Belanda untuk Ilmu-Ilmu Bahasa, Geografi dan Antropologi) di Leiden.

Dua puluh tiga tahun lagi, tahun 2036, surat wasiat Snouck Hurgronje itu baru boleh dibuka. Apa isinya? Misterius!!! (dbs)

Posting Komentar

0 Komentar