Like on Facebook

header ads

Hutan Dijelajah, Pilot Project ACDK Difilmkan BP2KP Bireuen


Oleh: Tarmizi Age (Mukarram)

Ketua BP2KP Bapak Fakhrurrazi, SP yang salah satu fungsi tugas BP2KP Kabupaten Bireuen, mempercepat proses transformasi pengetahuan dan ketrampilannya serta merubah prilaku petani atau pelaku usaha dibidang pembangunan pertanian secara holistic. Salah satunya termasuk bidang peternakan. 
Menyangkut ACDK, program dilakukan oleh lembaga tersebut di Kabupaten Bireuen punya korelasi erat dengan BP2KP, karena program-programnya secera umum bergerak di bidang ekobis dan saat ini dalam aksi nyatanya program ACDK bergerak di bidang peternakan, pertanian, perkebunan dan perikanan. Menurutnya, kawasan yang dibina oleh ACDK bisa menjadi kawasan Agrobisnis Terpadu (AT) untuk memajukan pergerakan ekonomi Kabupaten Bireuen.
Foto bersama Pembina, pengurus dan anggota ACDK
bersama Kepala BP2KP Kabupaten Bireuen Fakhrurrazi, SP
(Foto dok.ACDK)
Dari Kota Juang, Minggu 09 September 2012, tepat jam 09.00 pagi, sebuah mobil double cabin parkir tepat di depan rumah saya, tepatnya di Gampong Meunasah Tengku Di Gadong, Kota Juang, Bireuen. Bapak Fakhrurrazi, SP kepala BP2KP ((Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan) keluar dari mobil, menyapa saya yang sudah siap menunggu kehadiran beliau dengan bertujuan membuat film dokumenter diberbagai lokasi peternakan dan pertanian binaan ACDK.

Ide membuat film ini, sebenarnya timbul pada sebuah kunjungan silaturrahmi Pengurus Lembaga ACDK (AC-Denmark) dengan Kepala BP2KP di kantornya pada Minggu malam, 2 September 2012. Saat itu saya memperkenal diri  sebagai Pembina ACDK yang baru saja pulang dari Denmark dan menceritakan sekilas tentang asal muasal (awal) pendirian lembaga tersebut.
Sekretaris ACDK Saifan Nur yang ikut hadir pada malam itu bersama Ketua ACDK Saifuddin A.Gani menginformasikan tentang kegiatan ACDK yang sudah dilaksanakan di Bireuen. Alhamdulillah mendapat sambutan yang positif dari Kepala BP2KP. Beliau bertindak cepat mengagendakan jadwal untuk turun ke lapangan.

Tawaran tersebut menjadikan teman-teman ACDK bersemangat untuk menerimanya, sehingga dalam waktu yang tidak lama, terwujudlah sebuah perjalanan meredah hutan belantara menuju kawasan ternak binaan ACDK.

Jam 09.10 menit pagi, mesin double cabin milik BP2KP dihidupkan oleh M. Sufi (Ayah Nek), perjalanan di mulai, Saudara Fakhrurrazi, SP duduk di sebelahnya. Sedangkan saya dan Idris Kasem (Manager Program ACDK) duduk dibelakang. Sekira jam 09.30 menit, kami tiba di Gampong Alue Sijuek (Blang geulanggang), Pucoek Aluerheng, Peudada. Di Gampong ini lah ACDK mulai digerakkan oleh para pentolannya di Aceh dengan tujuan untuk membangun ekonomi masyarakat Aceh, di Gampong Alue Sijuek ini juga saya dilahirkan oleh seorang wanita yang selalu saya panggil Mak (ibu).

Ayah Nek mematikan engin (mesin) mobil, kami singgah minum kopi di warung Gampong Alue Sijuek, sambil menunggu ketibaan rombongan beberapa wartawan yang antaranya termasuk Bang Suherman Amin wartawan Andalas Medan yang akan ikut bersama untuk meliput kegiatan peternakan binaan ACDK. Beberapa saat saya duduk deringan telpon pun berbunyi, Bang Muktaruddin SH, minta ikut bergabung ke lokasi, saya ambil kesimpulan untuk berbincang dengan teman-teman lain, akhirnya saya sampaikan keputusan rombongan ke Bang Mukhtaruddin, SH. "Kami tunggu abang, maka dengan itu kalau boleh secepatnya sebab kita risau dengan cuaca yang rentan terjadinya hujan waktu petang" telpon pun terputus,

Kami melanjutkan percakapan di warung, tiba-tiba Ketua ACDK memberitaukan saya, itu ada mobil, saya menolehnya, benar saja seorang rekan sohib saya (Mukhataruddin, SH-red) yang mudah senyum itu tiba. Entah, seberapa cepat beliau memandu (menetir mobil) dari Bireuen. Karena, terasa bahwa sebentar saja beliau sudah dihadapan kami.

Di sela-sela menunggu seluruh rombongan berkumpul, Saifuddin A.Gani (Ketua ACDK) sibuk mempersiapkan berbagai perlengkapan untuk makan siang di lokasi, seperti beras, Indomi (mie instant) dan lainnya.

Honda Trel Pawangi Perjalanan Ke Gunung
Begitu semua berkumpul di Alue Sijuek, dua buah mobil dan sebuah honda trel (honda gunung) digunakan menuju ke lokasi. Ketua ACDK Saifuddin A.Gani yang memandu trel mempawangi perjalanan, disusul double cabin yang diisi oleh (BP2KP, ACDK, dan Bang Muktaruddin SH), dibelakangnya sebuah mobil Avanza yang diisi oleh (rombongan wartawan), sedangkan mobil Bang Muktaruddin, SH di tinggalkan dihadapan rumah orang tua saya di Alue Sijuek.

Setelah ban mobil berputar tak kurang dari 2 Km, melalui Gampong yang juga dikenal dengan Blanggeulanggang, Gampong Jaba, Gampong Tanjong Seulamat, dan Gampong Pinto Rimba, kami mulai belok kanan mengarah ke kawasan yang dituju yaitu Alue Naga, pada mulanya terlihat suasana jalan yang biasa-biasa saja layaknya Gampong-Gampong petani lain yang tentunya tidak beraspal.

Peran Pemerintah Di Butuhkan Rakyat
Begitu setelah kami melalui beberapa selekoh, mulailah dihidangkan dalam suasana jalan yang mencabar. Kami yang di double cabin, selalu berujar akan kah mobil avanza di belakang kita bisa melewati cabaran
yang penuh resiko. Ayah Nek yang memandu dauble cabin berceloteh, njoe yang hek teuh, ukeu han leupah lée, geu atreet han jeut (kedepan tidak bisa jalan, mundur juga tidak bisa), Ayah Nek menyambung percakapannya. Kalau memang mereka tak bisa meneruskan perjalanan, kita akan jemput nanti dengan double cabin. Saya sebagai salah seorang yang terlibat mengajak wartawan ikut, sedikit lega.

Saya yang duduk di samping Idris Kasem, selalu saja bertanya, masih jauhkah perjalanan kita? Idris selalunya mencari celah memberi jawaban, tidak, tidak, katoe meunjoena sikiloe siteungoeh teuk (sudah dekat, lebih kurang sekilo setengah lagi), demikian rumor Idris sang Manger Program ACDK itu.

Hutan semak belukar yang di tinggalkan pemiliknya telah  tumbuh subur, tentunya bisa mengobati penasaran  pada "tour" pertama saya ke kawasan peternakan binaan ACDK di Alue Naga. Sejak saya pulang dari Denmark sekitar sebulan lebih yang lalu, walaupun sebelumnya ”saat konflik” saya pernah melalui tempat tersebut. Melihat jalan ke lahan-lahan petani yang begitu mengerikan, mengisyaratkan pada kita se-akan-akan "negeri" ini tak bertuan, tanpa sadar perasaan saya menjadi gundah, menangis dan menjerit, sehingga pikiran saya menerawang  sampai berangan-angan. “Akan saya sampaikan pada Bapak Bupati dan Wakil terpilih di Bireuen mengajak para Kepala Dinas untuk "tour" ke lokasi perkebunan rakyat, agar mereka tahu apa yang dibutuhkan rakyat.

Seketika terlihatlah pagar-pagar berduri di pinggir jalan sebagai batas pengaman bagi tanaman rumput gajah (king gres) yang ditanam anggota kelompok binaan ACDK, Idris Kasem lantas saja menuturkan kita
sudah masuk dalam kawasan peternakan. Bang Mukhtar pun tak mau kalah, itu rangkangnya, saya sebagai salah seorang pendiri ACDK tentunya cukup bergembira karena sudah bisa tiba di lokasi yang selalu saya
impi-impikan di Denmark.

Setelah Tiba Di Lokasi
Kini kami sudahpun tiba di lokasi, namun Avanza rombongan wartawan yang dibelakang kami masih saja belum terlihat, ternyata mereka tengeuh tak téh bacut-bacut (berjalan perlahan-lahan) melewati jalan yang rusak berat, lebih kurang 20 menit kemudian barulah muncul mobil yang di supiri Bang Bahron, sang supir berpengalaman yang pernah bersama Metro TV ketika konflik melanda Aceh.

Setelah semuanya sudah tiba di lokasi, saya menanyakan Bang Sayuti yang selalu setia  mengurus ternak di Alue Naga. Bagaimana kita mengumpulkan lembu yang sudah terpencar di lahan yang lebih kurang 350
hektar, dia dengan mudah menjawab, nanti sebentar lagi kita kumpulkan di bawah pokok kapas di atas bukit sana.

Dalam suasana yang cerah di hari itu, seluruh rombongan mulai melangkah dengan terheran-heran menuju pokok kapas yang telah ditetapkan Bang Sayuti sebagai tempat akan berkumpulnya lembu-lembu, seluruh rombongan berpikir, "jurus" apa yang akan digunakan Bang Sayuti untuk memanggil lembu yang berjumlah 70 ekor yang terlepas liar di lokasi 350 hektar.

Bapak Fakhrurrazi, SP (Kepala BP2KP) antara salah seorang yang paling menuruh harapan agar lembu-lembu itu bisa berkumpul, karena beliau cukup berkeinginan agar kerja keras, masyarakat bisa difilmkan untuk kemudian di ekspos ke publik.

Lembu Di Panggil Dengan Isyarat Suara
Mudah saja, Bang Sayuti berjalan pantas dihadapan kami, Ayah Nek mulai mengarahkan kamera rekaman ke destinasi yang dituju, Bang Sayuti mulai mengeluarkan suara heuk-heuk, booeeeh, booeeh, (bahasa isyarat yang di gunakan untuk memanggil sapi berkumpul). Sekita itu juga, lembu pun mulai bersahutan booeh, booeeh, satu persatu bermunculan keluar dari semak menghampiri Bang Sayuti di bawah pokok kapas yang telah ditetapkan. Dalam hitungan menit, semua lembu sudah berkumpul, kecuali satu kelompok lembu yang berpisah jauh dan tidak bisa mendengar suara Bang Sayuti.

Setelah terlihat kawanan lembu berkumpul mengelilingi Bang Sayuti, Bapak Fakhrurrazi, SP mendekat perlahan-lahan, mencoba menjinakkan lembu-lembu yang sebelumnya terlihat liar. Akhirnya beliau menguasai keadaan, lembu-lembu yang sehat itu mulai menjilat tangan dan jemarinya. Ayah Nek dan para wartawan beraksi merekam kegitan tersebut, tak terkecuali dengan potret kawasan yang terbentang luas lebih kurang 350 hektar serta hutan belantara yang mengelilingi area.

Setelah acara "temu" lembu selesai, ada antara wartawan yang memboncengi trel (kereta gunung) bersama Tengku Muhammad Yani (Petugas Lapangan ACDK ) untuk mengambil foto di sebelah bukit. Di sana ada
rumput-rumput king gress yang sudah tumbuh subur untuk di jadikan makanan lembu.

Sungai yang mengalir indah di sebelah sana, kata Bang Sayuti menjadi tempat lembu untuk meneguk air ketika dibutuhkan. Saya bertanya, apakah hanya di sungai itu lembu bisa mendapatkan air, tidak katanya, kita juga memiliki beberapa alur kecil yang selalu menyediakan air untuk ternak katanya, saya spontan saja mengatakan memang sangat cocok sekali kawan ini dijadikan kawasan ternak besar-besaran di Aceh atau
minimal bisa di jadikan "Gampong Lembu" produktif di sini.

Rombongan beranjak makan siang di atas sebuah rangkang. Nasi panas yang dimasak dengan kayu bakar, Indome yang tumis, ikan bandeng yang sudah dimasinkan membuat seluruh peserta tambah sekali lagi (satu porsi makanan-red). Itulah, kelebihan makan siang di pergunungan, pasti tambah sekalipun lauknya ala kadar.

Perlu Kandang Lembu
Bang Mukhtaruddin, SH, Bapak Fakhrurrazi, SP, dan Bang Suherman Amin, Tgk Jameun (wartawan) dengan "diamini" seluruh rombongan sepakat perlunya kandang yang bagus dan layak untuk dihuni kawanan lembu diwaktu malam. Bang Suherman Amin berujar sayang lembu-lembu yang sehat ini, bila tidak memilki tempat berteduh yang layak, saya hanya bisa tersenyum mendengar komentar saudara-saudara yang prihatin dengan kemeresotan pendapatan petani. Secara berseloroh, saya menimbal dalam
waktu tidak lama lagi lembu itu akan punya istana yang rimbun.

Mata hari mulai rebah ke barat, setelah melakukan foto bersama, mobil pun mulai berbalik arah kembali ke arah dimana kami memulai perjalanan ini, Alhamdulillah semua kelelahan diperjalan sudah terbayar dengan hasil yang terbukti lewat tangan-tangan petani yang rajin di bawah binaan lembaga ACDK.

Kunjungan dan perjalanan ini, juga kami informasikan ke jaringan stakholder di Bireuen melalui pesan SMS. Dan, kami juga akan terus berusaha mengajak pemerintah untuk memajukan petani kita yang menyebar di gampong-gampong di seluruh Aceh.

Akhirnya, sebuah baju dan sedikit uang dihulurkan Bang Mukhtaruddin, SH untuk Bang Sayuti sebagai pengembala yang tak kenal lelah, perpisahan terjadi. Semoga, kami selamat sampai tujuan dan kita bertemu dimasa yang lain. Sebagai Pembina ACDK, saya berterimakasih kepada Pemerintah Bireuen, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Indonesia, dalam kepeduliannya terhadap pembangunan ekonomi masyarakat tani. Kami masih tetap pada slogan yang sama, “Beudoeh Djak Puga Nanggro” (Bangkilah Untuk Bangun Negeri).
Tarmizi Age
Wassalam
Tarmizi Age (Mukarram)
adalah Pembina Lembaga ACDK


Posting Komentar

0 Komentar