PENA News | Berkumis tebal, tegap, tegas dan mudah bergaul. Itulah yang tampak dari sosok Syahrul Bin Syama’un atau yang akrab disapa Apa Syahron alias Linud. Ia bukan keturunan bangsawan, bukan pula hartawan. Melainkan, seorang rakyat biasa yang merupakan pejuang gagah berani dalam membela yang lemah dan menegakkan keadilan. Tak ayal pria kelahiran Gampong Punti, Peureulak, 13 Juli 1969 ini didaulat rekan dan kader Partai Aceh serta mendapat dukungan segenap masyarakat Aceh Timur menjadi pendamping Hasballah M. Thaeb (Rocky) sebagai Wakil Bupati Aceh Timur periode 2012-2017 yang baru saja dilantik pada 6 Juli 2012 oleh Gubernur Aceh, dr. Zaini Abdullah.
Karir politik dilaluinya tak semudah membalik telapak tangan, darah, nyawa dan harta benda terkorbankan
Karir politik dilaluinya tak semudah membalik telapak tangan, darah, nyawa dan harta benda terkorbankan
Syahrul Bin Syama’un |
oleh segenap masyarakat demi sebuah perjuangan mulia menuju ‘kemerdekaan’. Bagi dia, getirnya perjuangan adalah konsekuensi logis ketika saban hari bergerilya dari satu hutan ke hutan lainnya. Dari satu kamp berpindah ke kamp lain diberbagai daerah. Sebut saja Peureulak, Idi, Tamiang, Langsa, Simpang Ulim, Pasee dan Pidie pernah ia berada di sana memanggul senjata melawan ketidak-adilan dan kesemena-menaan yang dilakukan rezim pemerintahan kala itu.
Menarik bila kita menelusuri rekam jejak lelaki yang sebentar lagi genap berusia 44 tahun ini, Syahrul kecil tumbuh bagai anak lainnya. sekolah, bekerja membantu orangtua, bermain dan mengaji di malam hari sebagai bekal dirinya dalam mengarungi hidup, menjadi rutinitasnya sampai menyelesaikan pendidikan lanjutan tingkat pertama di Peureulak. Sampai akhirnya ia hijrah ke Kualasimpang untuk melanjutkan pendidikan lanjutan tingkat Atas (STM) di sana.
Semasa konflik, sejak tahun 1989 ia telah menjadi bagian pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Sebagai seorang pejuang, tiada hentinya dia mendedikasikan diri bagi bangsa tercinta (Bansa Atjeh-red). Pernah tertangkap, di penjara, disiksa, diancam hukuman seumur hidup menjadikannya sosok yang tangguh dan bermental baja. Berdasarkan penuturan kisah hidupnya kepada SuaraPublik, ia sempat menjalani masa hukuman di Malaysia, kemudian di deportasi ke Indonesia melalui Bengkalis – Riau. Perjalanan laut dari negeri jiran itulah, dirinya beserta Ishaq Daud dan toke Burhan melawan ajal saat diseret mengarungi selat malaka.
Setelah beberapa waktu baru diterbangkan dengan pesawat Hercules milik militer menuju Banda Aceh. Sampai di Kutaraja (Banda Aceh-red), dirinya mendekam dalam tahanan Polda Aceh dengan kondisi tangan di borgol dan kaki dirantai. “Kamoe lhee droe wate nyan, loen, bang Ishaq Daud dengon toke Burhan. Di Bengkalis, toke Burhan syahid, tinggai kamoe dua dengon bang Ishak Daud dikirim u Banda Aceh (kami bertiga waktu itu, saya, Ishaq Daud dan toke Burhan. Di Bengkalis, toke Burhan syahid, tinggallah kami berdua dengan bang Ishaq Daud dikirim ke Banda Aceh dari Bengkalis),” ujar Linud (sapaan akrabnya dalam pasukan GAM).
Setelah beberapa lama di tahanan Polda Aceh, akhirnya dirinya bersama Ishaq Daud kemudian dibawa ke daerah asal dimana mereka melakukan perbuatan melawan hukum (maker-red). Ishaq Daud di Lhokseumawe, sedangkan dirinya dibawa ke Lapas Kelas IIB Langsa untuk menjalani masa persidangan. Tuntutan hukumnya 20 tahun penjara, namun hakim memutuskan vonis 17 tahun penjara, sehingga mendekam dirinya di Lapas tersebut.
Tak berapa lama berselang, sekitar tahun 2000, dunia internasional melalui Amnesty Internasional mengumandangkan pembebesan tahanan dan narapidana politik (Tapol/Napol) di seluruh dunia, termasuk Aceh. Itulah awal ia kembali menghirup udara bebas dan kembali bergabung dengan rekannya di Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM). Aktivitasnya kembali seperti sediakala, masuk hutan keluar hutan untuk bergerilya sampai di tahun 2002-2003 dimasa CoHA dirinya dipercayakan pimpinan komandonya untuk menjadi Tim Monitoring JSC dari Refresentative GAM.
Penghentian gencatan senjata ternyata tak berlangsung lama, sehingga dirinya beserta teman lain kembali panggul senjata di pedalaman Aceh Timur. Sampai saat pilu menyelimuti hari-harinya, dimana sang Panglima Wilayah (Alm. Ishaq Daud) syahid ketika terjadi kontak senjata. Ketika itu, dia merasa ada suatu yang hilang dari dirinya, lingkungan dan sosok sahabat sekaligus pimpinan komando wilayah. Betapa tidak, Syahrul adalah orang dekat dan menjadi kesayangan almarhum.
Setelah syahidnya Panglima, Syahrul melanjutkan perjuangan bersama rekan lainnya sampai adanya perjanjian damai antara Republik Indonesia dan GAM pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinky, Finlandia. Tugas baru pun diembannya sebagai Tim Monitoring Perdamaian Aceh Komando Pusat untuk wilayah Aceh Timur. Disinilah, kehidupan normal dilalui kembali. Tidak perlu gerilya, tak lagi panggul senjata dan cara perjuangan pun telah berubah, dari pasukan bersenjata menuju kotak suara (pemilu-red).
Dengan segudang pengalaman yang telah dimiliki menjadikan dirinya begitu matang dalam menjalani hidup. Keiklasannya dalam berbuat menjadi sesuatu yang sangat menarik dari kepribadiannya. Ia bergaul dengan tanpa batas usia, sehingga banyak pihak senang padanya. Berpangku tangan tanpa melakukan kerja adalah hal yang paling tidak digemarinya. Pasca MoU, ia bekerja sebagai Supervisor CV. Bina Mandiri. Disamping itu, dipercayakan pula sebagai Safty Officer PT. Maligo Mas Utama yang berkedudukan di Kota Langsa. Dari penghasilannya mampu menafkahi Mariani isteri tercinta yang telah memberikannya seorang buah hati.
Hiruk pikuk Pemilukada mulai menggema, teman-temannya di DPW PA Aceh Timur menginginkan dirinya berdampingan dengan Rocky untuk maju pada pemilihan bupati/wakil bupati. Dukungan keluarga, tetangga dan masyarakat berdatangan padanya, sebagai mantan kombatan jiwanya terpanggil untuk terus melakukan perjuangan, mendidikasikan hidup untuk bangsanya, sehingga dirinya bersama Hasballah M Thaeb dan sejumlah elite partai lainnya, mendaftar ke KIP Aceh Timur sebagai pasangan calon yang diusung DPW PA setempat.
Setelah melalui tahapan pesta demokrasi yang digelar, pasangan ini tampil sebagai peraih suara terbanyak menyisihkan para kandidat lain. Lahirlah pemimpin baru yang didukung masyarakat melalui partainya ureung Aceh untuk memimpin Aceh Timur lima tahun mendatang. “Semua ini adalah amanah dan kepercayaan semua masyarakat Aceh Timur kepada kami dan Partai Aceh. Karenanya, pembangunan yang berbasis kemasyarakatan tentu menjadi prioritas. Strating poin adalah implementasi MoU agar dapat dilaksanakan dalam kehidupan masyarakat, semua sudah diatur dalam MoU dan undang-undang,” ungkap pria bersahaja ini.
Aceh Timur ke depan harus lebih baik dari sebelumnya, kata Syahrul. Pasalnya, di daerah ini semua sektor perekonomian sangat menjanjikan, baik dari perikanan, kelautan, pertanian, perkebunan, pertambangan dan mineral serta hasil alam lainnya yang belum tergarap dengan baik. “Apabila seluruh hasil alam di Aceh Timur ini tergarap dengan baik, kami yakin dan percaya daerah ini akan menjadi daerah yang maju dan berkembang dalam segala bidang, ditandai dengan meningkatnya perekonomian masyarakat,” sebutnya lagi
Jika itu semua dapat dilaksanakan, pada akhirnya akan menciptakan sumber daya manusia yang berdayaguna dan berhasil guna. Namun lanjutnya, semua itu tidak akan terwujud tanpa adanya kerjasama, komunikasi, koordinasi dan memperkokoh persatuan diantara masyarakat dan pemerintah sehingga dapat mewujudkan semua hal yang telah diprogramkan bersama. Untuk itu, dirinya mengharapkan semua pihak dapat bersama membangun daerah ini. Begitu pula para pasngan calon lainnya, mari bergandeng tangan menjalin silaturrahmi dan membuka ruang komunikasi untuk bersama-sama mewujudkanAceh Timur yang diimpikan.
Menjadi renungan kita bersama, kata Syahrul, bahwa perjuangan, darah, harta benda bahkan nyawa semua terkorban untuk Aceh tercinta, kini saatnya tampuk pimpinan kendali telah di tangan kita sebagai bangsa Aceh yang bermartabat. “Tapue woe marwah bangsa yang jaya bak masa dile (kembalikan marwah bangsa yang berjaya dimasa lalu), perang telah usai tatapan dan harapan sudah menanti, ‘kamoe meulake dukungan peunoeh bak ban manduem rakyat Aceh Timu’ (kami meminta dukungan penuh dari rakyat Aceh Timur) supaya ke depan jauh lebih baik,” harap suami Mariani ini.
Diakhir perbincangan dengan Wakil Bupati Aceh Timur itu, dirinya mengucapkan ribuan terima kasih kepada segenap komponen PA/KPA dan masyarakat yang telah mempercayakan dan mendukung pemenangan Rocky-Linud sehingga mengemban jabatan bupati/wakil bupati sebagai pelayan dan pengayom masyarakat Aceh Timur.
”Jabatan itu amanah, maka harus dilaksanakan dengan baik dan penuh tanggung jawab. Rakyat adalah segalanya, kita semua dari rakyat dan untuk rakyat,” pungkas Syahrul Bin Syamaun mengakhiri perbincangan.
Usai perbincangan ringan dalam nuansa keakraban bersama Syahrul, SuaraPublik meminta pandangan tokoh muda Aceh Timur tentang sosok sang Wakil Bupati ini. Dari kacamata pemuda ini, Syahrul Bin Syamaun adalah sosok yang supel dan sederhana. Beliau memiliki karakter tegas, baik dalam bersikap maupun penyampaian sesuatu kepada masyarakat. Ia punya kelebihan karena memiliki suara layaknya orator saat berpidato, apalagi ketika menyampaikan sejarah perjuangan Aceh. Dekat dengan masyarakat dan pergaulan luas. “Sosok yang tegas, dekat dan mudah bergaul dengan rakyat. Diharapkan sikap it uterus ada, meski beliau sudah menjadi wakil bupati,” demikian dikatakan Ketua DPD II KNPI Aceh Timur, Iskandar Usman Al-Farlaky. ****
Menarik bila kita menelusuri rekam jejak lelaki yang sebentar lagi genap berusia 44 tahun ini, Syahrul kecil tumbuh bagai anak lainnya. sekolah, bekerja membantu orangtua, bermain dan mengaji di malam hari sebagai bekal dirinya dalam mengarungi hidup, menjadi rutinitasnya sampai menyelesaikan pendidikan lanjutan tingkat pertama di Peureulak. Sampai akhirnya ia hijrah ke Kualasimpang untuk melanjutkan pendidikan lanjutan tingkat Atas (STM) di sana.
Semasa konflik, sejak tahun 1989 ia telah menjadi bagian pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Sebagai seorang pejuang, tiada hentinya dia mendedikasikan diri bagi bangsa tercinta (Bansa Atjeh-red). Pernah tertangkap, di penjara, disiksa, diancam hukuman seumur hidup menjadikannya sosok yang tangguh dan bermental baja. Berdasarkan penuturan kisah hidupnya kepada SuaraPublik, ia sempat menjalani masa hukuman di Malaysia, kemudian di deportasi ke Indonesia melalui Bengkalis – Riau. Perjalanan laut dari negeri jiran itulah, dirinya beserta Ishaq Daud dan toke Burhan melawan ajal saat diseret mengarungi selat malaka.
Setelah beberapa waktu baru diterbangkan dengan pesawat Hercules milik militer menuju Banda Aceh. Sampai di Kutaraja (Banda Aceh-red), dirinya mendekam dalam tahanan Polda Aceh dengan kondisi tangan di borgol dan kaki dirantai. “Kamoe lhee droe wate nyan, loen, bang Ishaq Daud dengon toke Burhan. Di Bengkalis, toke Burhan syahid, tinggai kamoe dua dengon bang Ishak Daud dikirim u Banda Aceh (kami bertiga waktu itu, saya, Ishaq Daud dan toke Burhan. Di Bengkalis, toke Burhan syahid, tinggallah kami berdua dengan bang Ishaq Daud dikirim ke Banda Aceh dari Bengkalis),” ujar Linud (sapaan akrabnya dalam pasukan GAM).
Setelah beberapa lama di tahanan Polda Aceh, akhirnya dirinya bersama Ishaq Daud kemudian dibawa ke daerah asal dimana mereka melakukan perbuatan melawan hukum (maker-red). Ishaq Daud di Lhokseumawe, sedangkan dirinya dibawa ke Lapas Kelas IIB Langsa untuk menjalani masa persidangan. Tuntutan hukumnya 20 tahun penjara, namun hakim memutuskan vonis 17 tahun penjara, sehingga mendekam dirinya di Lapas tersebut.
Tak berapa lama berselang, sekitar tahun 2000, dunia internasional melalui Amnesty Internasional mengumandangkan pembebesan tahanan dan narapidana politik (Tapol/Napol) di seluruh dunia, termasuk Aceh. Itulah awal ia kembali menghirup udara bebas dan kembali bergabung dengan rekannya di Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM). Aktivitasnya kembali seperti sediakala, masuk hutan keluar hutan untuk bergerilya sampai di tahun 2002-2003 dimasa CoHA dirinya dipercayakan pimpinan komandonya untuk menjadi Tim Monitoring JSC dari Refresentative GAM.
Penghentian gencatan senjata ternyata tak berlangsung lama, sehingga dirinya beserta teman lain kembali panggul senjata di pedalaman Aceh Timur. Sampai saat pilu menyelimuti hari-harinya, dimana sang Panglima Wilayah (Alm. Ishaq Daud) syahid ketika terjadi kontak senjata. Ketika itu, dia merasa ada suatu yang hilang dari dirinya, lingkungan dan sosok sahabat sekaligus pimpinan komando wilayah. Betapa tidak, Syahrul adalah orang dekat dan menjadi kesayangan almarhum.
Setelah syahidnya Panglima, Syahrul melanjutkan perjuangan bersama rekan lainnya sampai adanya perjanjian damai antara Republik Indonesia dan GAM pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinky, Finlandia. Tugas baru pun diembannya sebagai Tim Monitoring Perdamaian Aceh Komando Pusat untuk wilayah Aceh Timur. Disinilah, kehidupan normal dilalui kembali. Tidak perlu gerilya, tak lagi panggul senjata dan cara perjuangan pun telah berubah, dari pasukan bersenjata menuju kotak suara (pemilu-red).
Dengan segudang pengalaman yang telah dimiliki menjadikan dirinya begitu matang dalam menjalani hidup. Keiklasannya dalam berbuat menjadi sesuatu yang sangat menarik dari kepribadiannya. Ia bergaul dengan tanpa batas usia, sehingga banyak pihak senang padanya. Berpangku tangan tanpa melakukan kerja adalah hal yang paling tidak digemarinya. Pasca MoU, ia bekerja sebagai Supervisor CV. Bina Mandiri. Disamping itu, dipercayakan pula sebagai Safty Officer PT. Maligo Mas Utama yang berkedudukan di Kota Langsa. Dari penghasilannya mampu menafkahi Mariani isteri tercinta yang telah memberikannya seorang buah hati.
Hiruk pikuk Pemilukada mulai menggema, teman-temannya di DPW PA Aceh Timur menginginkan dirinya berdampingan dengan Rocky untuk maju pada pemilihan bupati/wakil bupati. Dukungan keluarga, tetangga dan masyarakat berdatangan padanya, sebagai mantan kombatan jiwanya terpanggil untuk terus melakukan perjuangan, mendidikasikan hidup untuk bangsanya, sehingga dirinya bersama Hasballah M Thaeb dan sejumlah elite partai lainnya, mendaftar ke KIP Aceh Timur sebagai pasangan calon yang diusung DPW PA setempat.
Setelah melalui tahapan pesta demokrasi yang digelar, pasangan ini tampil sebagai peraih suara terbanyak menyisihkan para kandidat lain. Lahirlah pemimpin baru yang didukung masyarakat melalui partainya ureung Aceh untuk memimpin Aceh Timur lima tahun mendatang. “Semua ini adalah amanah dan kepercayaan semua masyarakat Aceh Timur kepada kami dan Partai Aceh. Karenanya, pembangunan yang berbasis kemasyarakatan tentu menjadi prioritas. Strating poin adalah implementasi MoU agar dapat dilaksanakan dalam kehidupan masyarakat, semua sudah diatur dalam MoU dan undang-undang,” ungkap pria bersahaja ini.
Aceh Timur ke depan harus lebih baik dari sebelumnya, kata Syahrul. Pasalnya, di daerah ini semua sektor perekonomian sangat menjanjikan, baik dari perikanan, kelautan, pertanian, perkebunan, pertambangan dan mineral serta hasil alam lainnya yang belum tergarap dengan baik. “Apabila seluruh hasil alam di Aceh Timur ini tergarap dengan baik, kami yakin dan percaya daerah ini akan menjadi daerah yang maju dan berkembang dalam segala bidang, ditandai dengan meningkatnya perekonomian masyarakat,” sebutnya lagi
Jika itu semua dapat dilaksanakan, pada akhirnya akan menciptakan sumber daya manusia yang berdayaguna dan berhasil guna. Namun lanjutnya, semua itu tidak akan terwujud tanpa adanya kerjasama, komunikasi, koordinasi dan memperkokoh persatuan diantara masyarakat dan pemerintah sehingga dapat mewujudkan semua hal yang telah diprogramkan bersama. Untuk itu, dirinya mengharapkan semua pihak dapat bersama membangun daerah ini. Begitu pula para pasngan calon lainnya, mari bergandeng tangan menjalin silaturrahmi dan membuka ruang komunikasi untuk bersama-sama mewujudkanAceh Timur yang diimpikan.
Menjadi renungan kita bersama, kata Syahrul, bahwa perjuangan, darah, harta benda bahkan nyawa semua terkorban untuk Aceh tercinta, kini saatnya tampuk pimpinan kendali telah di tangan kita sebagai bangsa Aceh yang bermartabat. “Tapue woe marwah bangsa yang jaya bak masa dile (kembalikan marwah bangsa yang berjaya dimasa lalu), perang telah usai tatapan dan harapan sudah menanti, ‘kamoe meulake dukungan peunoeh bak ban manduem rakyat Aceh Timu’ (kami meminta dukungan penuh dari rakyat Aceh Timur) supaya ke depan jauh lebih baik,” harap suami Mariani ini.
Diakhir perbincangan dengan Wakil Bupati Aceh Timur itu, dirinya mengucapkan ribuan terima kasih kepada segenap komponen PA/KPA dan masyarakat yang telah mempercayakan dan mendukung pemenangan Rocky-Linud sehingga mengemban jabatan bupati/wakil bupati sebagai pelayan dan pengayom masyarakat Aceh Timur.
”Jabatan itu amanah, maka harus dilaksanakan dengan baik dan penuh tanggung jawab. Rakyat adalah segalanya, kita semua dari rakyat dan untuk rakyat,” pungkas Syahrul Bin Syamaun mengakhiri perbincangan.
Usai perbincangan ringan dalam nuansa keakraban bersama Syahrul, SuaraPublik meminta pandangan tokoh muda Aceh Timur tentang sosok sang Wakil Bupati ini. Dari kacamata pemuda ini, Syahrul Bin Syamaun adalah sosok yang supel dan sederhana. Beliau memiliki karakter tegas, baik dalam bersikap maupun penyampaian sesuatu kepada masyarakat. Ia punya kelebihan karena memiliki suara layaknya orator saat berpidato, apalagi ketika menyampaikan sejarah perjuangan Aceh. Dekat dengan masyarakat dan pergaulan luas. “Sosok yang tegas, dekat dan mudah bergaul dengan rakyat. Diharapkan sikap it uterus ada, meski beliau sudah menjadi wakil bupati,” demikian dikatakan Ketua DPD II KNPI Aceh Timur, Iskandar Usman Al-Farlaky. ****
SUMBER : www.atjehportal.com
0 Komentar