Like on Facebook

header ads

Konflik Aceh, Denmark Menerima Suaka Politik Kami

Satu minggu sebelum saya dibebaskan didalam Kem Semenyeh Selangor Malaysia, ada beberapa kesempatan dari bangsa-bangsa lain memberikan apresiasi dan respon yang dramatis. Dimana, sewaktu kami dibebaskan bangga-bangsa lain terharu dan jatuh air mata dengan perpisahan kami dihari itu, karena dengan kesopanan dan kesatuan kita, Aceh pada masa itu boleh dijadikan contoh teladan yang baik untuk bangsa-bangsa lain pada saat Konflik Aceh.

Dulu dengan sekarang sangat jauh perbedaan, kita Aceh! Jamen meuroen-meuroen djak bak UNHCR Uroenjoe meuroen-meuroen djak bak duta Indonesia (Seumoga beusabe djeut tameudjeut, djeut sesama bansa droeteuh).

Saya dan kawan-kawan, berangkat 37 (Tiga Puluh Tujuh) orang Aceh pada saat itu. Kami pergi dari Malaysia menuju ke Denmark pukul 05.45 AM tepatnya pada 27 November 2005. Dari Malaysia melalui jalur penerbangan Thainland, Copehagen, Aalborg Denmark. Dan, saya sampai ke Aalborg Denmark 30 November 2005. Begitu sampai ke Aalborg kami sudah ditunggu oleh beberapa orang Denish (Denmark) di Airport Aalborg, lalu kami dibawa ke Skagen Kota Turis.

Kota yang sangat populer di Denmark, khususnya pada waktu musim summer. Disitu lah juga kebanyakan orang Aceh bermukim, kami terus dihantarkan ke rumah masing-masing yang telah dipersiapkan. Rumah yang sudah dilengkapi dengan alat-alat rumah yang layak untuk kami gunakan sudah disediakan oleh Pemimpin Pemerintahan (Camat) di daerah Nordlylad Skagen.

Karena kami belum mengerti Bahasa Denske (Denmark), malamnya kami dikunjungi oleh orang-orang Aceh yang bermukim di Daerah Skagen. Nah yang uniknya pertama saya jumpai adalah orang Aceh yang duluan tinggal di Denmark. Mareka begitu sopan dan santun serta fasih berbahasa Aceh, ke-Aceh-an yang begitu kental melekat.

Terasa seakan-akan saya masih di Aceh. Kebetulan saya ada membawa rokok (Jie Sam Sue-234). Rokok yang disenangi dan disukai oleh orang-orang Aceh yang sudah lama tinggal di Denmark. Karena mereka seakan-akan menghisap rokok 234 tersebut, bagaikan berada di Aceh.

Lalu, malam itu kami bercerita tentang keadaan di Aceh. Dan, cerita tentang Malaysia karena kami berangkat dari Negara Jiran tersebut. Malam pun berlarut, kami tidak terasa dalam pembicaraan sampai ke pagi hari.

Kami terasa senang hati karena sudah sampai di Denmark. Keesokan harinya, saya dan kawan-kawan dijemput untuk datang ke Kummenun (Kantor Camat). Begitu sampai ditempat itu saya dan kawan-kawan ada juru bahasa karena belum mengerti Bahasa Denske (Danmark).

Saya dibuat perjanjian untuk tinggal di Skagen dalam masa 3 Tahun. Hari terus berjalan, saya merasakan beberapa keunikan. Dimana, telihat dalam lingkungan hidup bermasyarakat di Denmark banyak perbedaan di Negara Indonesia yang saya dapatkan. Baik dalam hal Tata Negara, cara hidup bermasyarakat yang tidak ada kekerasan dalam sesama bangsanya sendiri, dan dari segi pelayanan pendidikan sangat lah baik di Negara Denmark. Bagaimana kabarnya dengan pendidikan di Aceh?

Karenanya, saya mencita-citakan, dan mungkin bukan hanya saya, tapi seluruh Bangsa Aceh mengharapkan dimasa yang akan datang generasi yang menguasai IMTAQ (Iman & Taqwa) dan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang dapat bersaing dengan Denmark maupun Negara maju lainnya.

Diharapkan kepada Generasi Aceh terus berkerja keras untuk menguasai dalam Bidang Pendidikan, IMTAQ dan IPTEK sebagaimana dimasa kejayaan Acheh Darussalam yang hal tersebut pernah terjadi. Tidak ada yang tidak bisa, yakin lah sejarah Kejayaan dan Kemuliaan akan kembali diraih disaat kita memiliki Prinsip dan Semangat seperti Endatu kita lakoni.

TULISAN bersambung:
Kehidupan Hari-Hari Bermasyarakat di Denmark dan Cerita tentang Nota Kesepahaman RI-GAM Denmark.

Salam Hangat
Dari Perantauan
Syukri Ibrahim (Wareeh)

Posting Komentar

0 Komentar