Like on Facebook

header ads

Disaat Budeh Teungoh Sama-Sama Dimeusue

Syukri Ibrahim (Wareeh)
PENA News | Saya dan rekan-rekan keluar dari Rerimbunan Pohon Bangka (Mangrove) Langsa, Acheh Sumatera pada malam itu menuju ke luat. Dari laut baru lah ke Kuala Palek Peureulak Acheh Timur. Dan, kami yang berangkat pada saat itu, sebahagian adalah Pasukan GAM/TNA.

Jumlah Bot (Perahu/Kapal Mesin) yang berangkat adalah tiga unit. Keadaan pada masa tersebut sangat kritis serba tidak menentu, karena diwaktu malam banyak patroli di laut Pusong Langsa serta ada Pos Marinir Pasukan TNI Angkatan Laut.

Begitu saya sampai ke Kuala Parek Peureulak pukul 05.00 WIB, menjelang pagi hari. Untuk melanjutkan pergerakan, kami menunggu sampai matahati menerangi bumi untuk keluar. Selanjutnya, baru lah kami boleh masuk ke Kampung Kuala Parek karena menunggu informasi dari masyarakat di tempat itu untuk mengetahui kondisi keamanan.

Setelah mendapatkan informasi, baru kami boleh masuk ke kampung Kuala Parek. Tapi, perkembangan di lapangan, sudah tidak memungkinkan lagi untuk kami menetap di Kuala Parek Peureulak, dan masyarakat pun mengungsi ke daerah lain.

Pada hari itu, Bang Muslem Panglima Deli Mardeka berembuk dengan Pawang Samsul Panglima Wilayah Langsa. Dan, mereka membicarakan tentang rancangan atau plan selanjutnya. Hasil pembicaraan diputuskan, Bang Muslim berkata, kita harus bermalam di tempat ini.

Bang Muslem juga sempat berkata pada kami, saat ini sedang sulit dan terjepit, karena Darurat Militer! “Kemana petinggi-petinggi Deli Merdeka, kenapa mereka tidak satu pun yang telpon saya, tanyakan kabar-kabar tentang Pasukan Deli. Sebab Pasukan Deli masa itu sudah banyak yang gugur, Syahid dan kelaparan dalam Bangka Tamiang. Kalau aku sudah tidak ada, bagaimana nasib mereka nanti.!”

Malam itu di Kuala Parek Peureulak Aceh Timur seakan-akan hari “Raya” bagi kami sebab kami sudah lama tidak ada makanan dalam Bangka Langsa. Keesokan harinya kami berpindah tempat ke tempat lain kawasan daerah itu juga, dua hari menjelang kami dikabarkan Pawang Samsul sudah Syahid diserang oleh Pasukan TNI. Saya dan Ayah Meri sekarang harus ikut Bang Muslem, bersama dengan pasukan, disebutnya bahwa sudah bekomunikasi ke daerah pegunungan tempat Pasukan Abu Sanusi ke Peureulak.

Kami harus naik ke atas dari laut ke gunung. Kami semua berjumlah 15 orang, karena kami sudah berpisah dengan Pasukan Pawang Samsul. Dalam perjalan dari Kuala Ligee Peureulak kami berjumpat dengan masyarakat di daerah itu.

Kami bertanya pada mereka bagaimana keadaan di atas, dan mereka menjawab, aman-aman saja tidak ada Pasukan TNI. Bang Muslem Sebagai Panglima, dia yang paling gagah dan berani  masa itu dan dia juga sebagai Komandan yang sangat dihormati oleh pasukan-pasukan.

Kami sangat bersemangat pada saat itu untuk naik gunung sebab kalau di gunung ada air tawar tidak sama halnya dengan di luat. Kami terus berjalan, dalam perjalanan Bang Muslem menyampaikan, ada musuh di depan yaitu Pasukan TNI. Lalu dia orang pertama yang menembak Pasukan TNI.

Pasukan TNI tidak menyangka kami akan menembak mereka. Suara senjata pun sudah meletup BUDEH TEUNGOH SAMA-SAMA DIMEUSUE. Saat itu lah penembakan yang sangat dekat sekali, kami pun mundur, Pasukan TNI pun juga mudur.

Saya sempat melihat seorang teman jatuh di depan mata saya, dia bilang saya sudah kena. Kami ada enam orang yang satu arah dalam pelarian pada saat itu. Kami menyeberang sungai tidak terasa besar arus sungai tersebut.

Keesok harinya kami berjumpa dengan Pasukan Peureulak, mereka kabarkan pada peristiwa itu ada empat orang korban dan ada yang luka tembak. Dan Bang Muslim pada saat itu lah Syahid.

Ayah Meri bertanya kepada Tambi (Pasukan Peureulak) untuk menghubungi Bang Ishak Daud, lalu mereka berbicara melalui via HP Satelit dengan Bang Ishak Daud. Kata Ayah Meri dengan saya, esok kami dihantar ke Kuala Simpang Ulim. Kami dibawa dengan Bot Speed Turbo dari Peureulak ke Kuala Simpang Ulim Aceh Timur. 

Perjalan Darurat Militer (DOM) di Aceh Timur banyak Panglima-Panglima Pasukan Wilayah yang gugur Syahid. Mereka gugur, bukan karena sentimen sesama bangsa sendiri, tapi mereka Syahid di Medan Perang, bertempur dengan Pasukan TNI. Dan kerja keras mereka jangan dijadikan bisnis untuk masa sakarang.

Bukan hanya Pasukan GAM (TNA) saja yang jadi korban di Aceh tapi masih banyak rakyat-rakyat biasa tanpa salah yang ikut jadi korban akibat Perang Aceh ”konflik” dengan Indonesia. Kekerasan Pasukan TNI terhadap rakyat sipil luar biasa pada masa itu. Kami sebagai Rakyat Acheh mengusulkan agar dibentuk Komisi Kebenaran HAM di Aceh.

Jika sudah ada Komisi Kebenaran, tapi belum ada respon apa-apa sehingga bermakna Amnesty International, gagal dengan kebohongan dan kekerasan yang sudah pernah terjadi di Negara Indonesia.

Begitu lah kisah singkat masa Darurat Militer di Aceh Tamiang dan Kota Langsa serta Aceh Timur yang dapat saya ungkapkan. Cerita ini tidak ada saya lebih-lebihkan, dan kalau ada yang kurang, tolong dilengkapi, sebab mungkin masih ada yang hidup pada peristiwa di atas. Dan, saya tidak pernah jumpa mereka sampai saat ini, dikarenakan saya sudah di Denmark.

Salam sejahtera untuk kawan-kawan seperjuangan yang masih hidup, berumur di Nanggroe Endatu.

Tamat Asoe Hate
Syukri Ibrahim (Wareeh)

Posting Komentar

1 Komentar