Like on Facebook

header ads

Perang di Bangka Tamiang, Watee Prang Pura-Pura, Watee Mate Ka Bit-Bit

Syukri Ibrahim (Wareeh)
PENA News | Saya berpidah dari Camp Comando Aceh Tamiang ke Manyak Payet. Dalam perjalan menuju ke Manyak Payet, melalui rimbunnya Pohon Bangka (Mangrove). Diantara pohon pesisir laut ini, dua hari dua malam kami menempuh perjalan untuk sampai di Manyak Payet (Aceh Tamiang).

Selama dalam perjalanan, kami tanpa ada makanan apa-apa. Untuk menyambung hidup di perjalan itu, sampai-sampai kami minun air asin laut dan makan Pucuk Pohon Bangka (Bakau) untuk mempunyai energi dalam perjalan.

Sepanjang perjalanan, kami tidak merasakan lelah. Dikarenakan, bagi para prajuri di lapangan semangat dan keteguhan hati serta pantang menyerah menjadi landasan dalam sebuh perjuangan.

Sesampainya di Manyak Payet, kami singgah disebuah gampong (desa) yang penduduknya didominasi oleh warga asli etnis Aceh dengan subetnis Tamiang. Saya dan Ayah Meri dijumpai oleh tokoh berpengaruh pada masa itu. yaitu Pawang Samsul Panglima Wilayah Langsa.

Ayah Meri begitu dikenal oleh Pawang Samsul, sebab mereka pernah mengadopsi sejarah perjuangan masa lalu. Kami disambut dengan hormat dan santun serta begitu baiknya oleh Pawang Samsul. Malamnya, kami dibawa menuju camp tempat persembunyian didaerah Manyak Payet, Aceh Taming.

Disitu juga, pasukan-pasukan di Wilayah Langsa sudah berkumpul. Dan, tempat ini juga berjumpa dengan Pawang Akop Panglima Pusong Langsa. Tidak lama kemudian, Manyak Payet pun sudah diserang oleh Pasukan TNI.

Pada saat itu juga Manyak Payet sudah dijadikan Medan perang pasukan GAM/TNA dengan TNI. Beberapa Pasukan GAM gugur (syahid) di medan perang, dan pasukan TNI pun ada yang tewas diterjang peluru Pasukan TNA. Karenanya, Pasukan TNI menggunakan Senjata Perang Alat Berat, seperti Tank dan Helikopter untuk menyerang kami.

Mereka menyerang dari atas dan bawah, pernah satu malam Pasukan TNI menembak di Rerimbunan Pohon Bangka Manyak Payet dengan Tank Tempur sebanyak lebih kurang 70 kali. Kami sempat melihat begitu banyak ditembak peluru dari persenjataan Tank tersebut.

Karena mereka menembak diwaktu malam, sehingga cahaya peluru-peluru dari Tank tersebut terlihat. Dan pada keesok harinya, kami melihat bekas tembakan mereka yang begitu membabi buta yang mengenai Pohon Bangka. Ada juga, Peluru Tank ini yang mengenai Pondok di Tambak (Jambo Neuhen), ancoe bak tempat kineng aneuk budeh.

Serangan-serang pasukan TNI pun semakin gencar di “Bumi” Manyak Payet sehingga semua distribusi logistik sudah diblokir, ditutup hingga kami tidak boleh membawa makanan lagi ke Rerimbunan Bangka, di titik-titik persembunyian. Dan Stock, persedian makanan kami pun sudah menipis sehingga harus mundur lagi ke dalam Kawasan Bangka Langsa.

Di dalam Rerimbunan Bangka Langsa, disitu lah satu-satunya lagi benteng persembunyian terakhir kami. Semua Pasukan Wilayah Langsa dan Aceh Taming sudah satu tempat, walaupun ada titik-titk lain. Tapi masa itu, tempat ini yang paling banyak pasukan GAM/TNA.

Dimana, Panglima-Panglima Wilayah, Langsa sebahagian dari Pasukan Aceh Tamiang berkumpul. Dan juga Pawang Samsul berkomunikasi dengan wilayah lain, bahwa kami sudah keterbatasan alat perang dan logistik makanan karena semua pasukan sudah merapat pada tempat, terkonsentrasi.

Ditempat ini juga, banyak pasukan TNA sudah terluka, terkena tembak tanpa tersedia obat-obat medis. Dengan adanya komunikasi Pawang Samsul, sehingga wilayah-wilyah lain mengetahui kondisi dan keberadaan kami. Dan juga, kami mengetahui bahwa Abu Syam Panglima Aceh Taming sudah Syahid.

Dikarenakan, saya berada disamping dan mendampingi Petinggi Pasukan GAM pada masa dan wilayah itu, banyak sajarah-sejarah perjuangan pada masa Konflik di Aceh yang melekat di “memori” dan tersimpan dibenak saya. Sehingga, boleh saya katakaan untuk masa saat ini ”Perang di Aceh bukan lah, Perang Pecundang, Watee Prang Pura-Pura Watee Mate Ka Bit-Bit”.

Peristiwa kadang kala, membuat kita merasa bangga disaat membaca dan menceritakannya, tapi begitu pahit untuk dirasakan. Salah satu contoh, pada masa dahulu, kata-kata orang berpolitik: “Kalau mereka, musuh-musuh kita sudah membakar rumah kita, dan sekolah-sekolah di negara kita, itu sudah satu kemenangan besar bagi kita bangsa Aceh. Tapi, itu secara hukum yang “legal” bukan lah suatu kemenangan, malah hal tersebut adalah kerugian besar untuk generasi penurus kita.

Diharapkan generasi penerus bangsa, harus mendalami setiap kata-kata dari orang-orang yang bijak dan berpengaruh untuk bisa bahu membahu dalam membangun dan mengagungkan Aceh melalui bidang Pendidikan Agama dan Ilmu Pengetahuan.

Tulisan saya ini untuk bisa dibaca oleh generesi muda. Semoga mereka jangan terpengaruh dengan isu-isu manis maupun yang dapat membuat kita tejerumus ke dalam peristiwa yang pahit dan terulang yang kesekian kalinya.

TULISAN Bersambung:
Bangka Langsa Keu Kuala Palek Peureulak Aceh Timur

Salam Hangat

Syukri Ibrahim (Wareeh)

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Begitu pahit Para Pejuang kita, dalam memperjuang cita Bansa atau Indatu, apakah kita akan melupakan hal itu bgtu saja...

    *Semoga cita2 kita semua tercapai..Amin....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitulah Pejuang kita yang sekrang banyak yang terlantar begitu saja

      Hapus