Like on Facebook

header ads

Terkait Pelaksanaan Syariat Islam, Ulama Bukanlah ”Robot”


Pelaksanaan Syari'at Islam Kurang Libatkan Ulama dan Hukum Cambuk Belum Sesuai Dengan Aturan Islam

Tgk.  Zulfahmi Aron (sebelah kiri)
Melihat perkembangan moral yang sudah mulai kritis di Tanoh Endatu, membuat saya sebagai Team Pembela Negeri Aceh (PENA) dan sebagai Jurnalis di The Aceh Times terpanggil untuk melihat dari sudut Agama. Karena itu saya mencoba mencari tahu apa sebab sebab dari masalah ini.

Di lain pihak, mengatakan bahwa peran ulama sangat minim untuk mengantisipasi atau kurangnya intervensi ulama ke lapangan untuk membantu menanggulangi moral yang semakin menipis ini.

Tapi apakah benar begitu? Sebab itulah saya mewawancari Tgk Zulfahmi Aron yang saya anggap bisa saya jadikan speaker dari Ulama Aceh untuk menjernihkan suasana yang semakin hari semakin meruncing di tanah leluhur Aceh.

Adapun wawancara ini tidaklah sesempurna yang anda pikirkan, ini adalah awal dari sebuah permulaan. Jangan kita berandai-andai dan ”menunjuk dalam kain sarung” tentang ulama. Sebab itulah, kita perlu langsung bertanya kepada mereka, tentang apa sebenarnya kendala yang mereka hadapi selama ini di Aceh.

Saya berharap agar pembaca mengambil iktibar dari pencerahan ini, seandainya apa yang kita bicarakan didalam ini tidak benar, maka dengan hati terbuka silakan anda komentar. Dan, kalau perlu kita akan betulkan perbaiki bagaimana yang betul menurut anda.

Bismillahirrahmanirrahim

The Aceh Times (TAT): Assalammualaikum Tgk
Tgk Zulfahmi Aron (Tgk. ZA) : Walaikum salam Saudaraku
TAT :  Apa bisa Tgk. tulis tentang pandangan masyarakat Aceh terhadap Ulama sekarang ini.?
Tgk ZA: Dari sudut pandangan apa Tgk.?
TAT :    Dari sudut pandangan Tgk yang saya lihat bahwa, Tgk dekat dengan ulama. Sebab banyak yang beranggapan bahwa ulama di Aceh kurang berhasil melaksanakan peran mereka sebagai ulama. Karenanya dalam pembicaraan kita saat ini, Tgk bilang tak ada yang bertanya langsung kepada ulama tentang masalah dan kendala yang mereka hadapi. Jadi inilah kesempatan Tgk untuk menjelasnnya, saya akan publish pembicaraan kita ini Tgk.
Tgk ZA: Alhamdulillah, rupanya masih ada anak Aceh seperti anda yang perduli tentang masalah seperti ini.
TAT:       Kewajiban sebagai anak Bangsa Tgk
Tgk ZA: Alhamdulillah, baiklah saya akan jelaskan kepada Tgk. Peran Ulama sudah menjadi pengetahuan umum bagi kita tentang kalimat ‘Ulama’, kalimat ulama tersebut dalam Al Quran dan Hadist yang berartikan orang yang berilmu pengetahuan agama dan mengamalkannya sebagaimana dijelaskan dalam tafsir dan kitab-kitab muktabarah lainnya. Ulama adalah pewaris dari pada Nabi dan Rasul, hanya dua dua hal yang tidak diwarisi kepada ulama yaitu kenabian dan kerasulan, selain dari dua hal itu para ulama mendapatkannya. Hal ini jelas dapat difahami dari hadist nabi SAW.
Mendapatkan derajat Ulama bukanlah hal yang mudah dan gampang, dikarenakan mesti belajar dan memahami isi kandungan ayat, hadist serta perlengkapan ilmu lainnya, melalui proses yang panjang seseorang akan menggapai derajat ulama. Ulama yang telah diberikan kehormatan tinggi dalam pandangan Allah dan Rasul dan pandangan agama secara umum, ulama ada tugas dan kewajibannya. Diantaranya ulama itu menyampaikan apa yang tersebut dalam agama sesuai dengan nilai- nilai Islam. Dalam hal ini maka lahirlah dayah sebagai tempat para ulama mendidik dan mengajari umat mengenal nilai-nilai Islam dalam penjabaran yang umum. Selain dayah ulama juga menyampaikan melaui dakwah-dakwah memberikan penjelasan pada umat termasuk kebijakan pada pemerintah, wa’alal ‘ulamail bayan wa ‘alas sulthanit tahkim “atas ulama memberikan penjelasan dan atas pemerintah melaksanakan”.
Belakangan terdengar kabar, kemaksiatan merajalela hal ini disebabkan melemahnya ulama, menurut saya ini bukanlah hal yang masuk akal, karena ulama bukan tuhan yang bisa membalikkan seseorang menjadi baik dalam seketika, tugas ulama adalah menjelaskan dan memberikan nasehat-nasehat sesuai aturan Islam. Bila seseorang itu patuh dan mau mengikutinya maka baiklan seseorang itu, begitu juga sebaliknya bila seseorang enggan, tidak mau mengikuti nasehat baik ulama akan tetapi lebih mengikuti hawa nafsu dan bisikan syaithan maka binasalah sesorang itu. Jadi kesalahan masyarakat jangan kita salahkan ulama, baru kita katakan ulama salah, bila tidak memberikan penjelasan dan nasehat kepada umat. Menurut saya, penjelasan dan nasehat adalah setiap sa’at ada, di Mesjid, di dayah dan tempat-tempat lainnya. Beda halnya orang tidak mau ke mesjid, ke dayah dan sebagainya, berarti bukan ulama yang salah tapi masyarakat itu yang salah tidak mau kemesjid dan ke dayah. Ada yang menanyakan kenapa ulama tidak langsung terjun kelokasi, saya rasa ulama itu bukan robot, malaikat yang bisa hadir dimana saja. Lagipula anjuran dalam agama hanya untuk mengingatkan saja, dan ini jelas sekali tersebut dalam Al Quran dan Hadist Nabi.
Yang jadi pertanyaan bila ulama terjun kelapangan mana kehormatan dan etika kita sa’at itu, terlepas dari nilai-nilai agama. Siapa yang akan mengajar di dayah, berapa banyak jumlah santri yang menunggu mengalirnya ilmu pengetahuan darinya. Jangan semua kita pundakkan atas ulama, karena disana terdapat kewajiban-kewajiban bagi bukan ulama, seperti orang tua yang berkewajiban mengontrol dan membina kularganya, pemerintah bertanggung jawab atas rakyatnya. Peran ulama saya rasa sudah efektif dengan tanggung jawabnya mendidik dan membina umat kejalan yang benar.
Ulama adalah orang yang menyampaikan nilai-nilai kebajikan, kita apa sudah mengikuti ajaran da aturan itu. Jangan ketika orang berbuat salah kita salahkan ulama, ulama bukan tuhan yang bisa mengubah manusia dalam seketika menjadi baik, tugas ulama adalah menjelaskan dan menasehati, tugas kita adalah bertanya pada ulama, sesuai dengan anjuran Allah dalam Alquran “bertanyalah pada orang yang paham terhadap satu hal bila kita tidak mengetahui”. Berterima kasihlah pada ulama karena dengan adanya banyak kebajikan yang telah kita dapati.
TAT:     Apa pendapat Ulama Aceh tentang anggota WH yang menyalahgunakan kuasa dan menurut Tgk, apakah hukum cambuk itu bisa mengurangi maksiat. Disamping itu kita bisa melihat dengan jelas korupsi di Aceh sangat tinggi, bagaimana tindakan ulama dalam menanggulangi masalah ini. Terus yang tidak kurang menariknya tentang Hukum Syariat yang ada sekarang, apakah sudah maksimal diterapkan, kalau sudah, apa saja, dan kalau kurang apa yang perlu ditambahkan, dan yang terakhir Tgk, apakah perlu ulama ikut campur urusan politik, bukankah sebaiknya ulama jadi team pengawas politik
Tgk ZA: Mengenai apa pendapat Ulama Aceh tentang anggota WH menyalahkan kuasa dalam hal ini ulama tidak berkomntar lebih banyak karena melihat kepada asal mula penetapan hukum atau qanun dalam hal ini DPR yang berkuasa tidak melibatkan ulama, seharusnya DPR datang pada ulama, Abu Panton, Abu Tumin Blang Bladeh, Abu Daod Lueng Angen, Abu MUdi dan masih banyak ulama lain, saya terkadang terpikir orang kadang belumpun mengenal mana ulama Aceh yang sesungguhnya. Jadi mengenai tanggapan ulama WH bertindak tidak sesuai aturan ini tugas pemerintah yang menetapkan disamping diberikan masukan oleh ulama, bukan ulama tidak memberikan masuk ada, itu ada, banyak sekali. Namun pemerintah tidak menjalankannya dan kurang bertanya pemerintah pada ulama, bila ulama datang ke pemerintah juga masyarakat akan mengatakan hal itu salah karena kapan mengajar dan mendidik umat.
Kemudian mengenai apakah hukum cambuk bisa mengurangi maksiat, sebagaimana yang dijelaskan oleh Abu-Abu dalam pertemuan-pertemuan dan diskusi-diskusi, hukum cambuk yang ada di Aceh itu belum sesuai dengan aturan Islam, penzina yang terbukti dia melakukan zina bila dia sudah menikah maka dihukum sampai mati, bila dia belum menikah terbukti berzina maka dia dicambuk seratus kali, hal ini sesuai dengan firman Allah. dan ini belum berlaku di Aceh. Namun demikian Ulama dalam hal ini menganggap bahwa hal ini bisa sebagai langkah awal untuk berdirinya Syari'at Islam, ulama sangat yakin dengan aturan Allah suatu hal yang telah ditetapkan Allah tentu Allah akan memberikan yang terbaik, minimalnya dengan adanya hukum cambuk yang maksimal orang akan takut tidak berani melakukan hal tersebut walaupun ada satu dua.
Namun demikian juga dalam hal pelaksanaan Syari'at Islam di Aceh keterlibatan ulama sangat kurang. seharusnya masalah Syari'at Islam ulama berperan aktif dalam hal ini. Dulu masa Kerajaan Aceh Darussalam ada Qadhi yang juga ulama besar yaitu Syiah Kuala, sulthan dan ulama dekat, hari ini tidak. kenapa pemerintah tidak melibatkan ulama-ulama kharismatik Aceh?
Mengenai sikap ulama dalam menanggulangi masalah korupsi, kembali kepada teks awal ulama adalah orang yang memberikan nasehat dan masukan, dal hal ini ulama selalu memberikan nasehat mengenai hadd pencurian, perampokan dan sebagainya, baru hukum ini jalan bila diqanunkan oleh dewan dan dijalankan oleh pemerintah, kembali lagi kepermasalahan dewan harus mengajak ulama dalam membuat qanun jinayat tersebut supaya sesuai dengan aturan Islam.
Hukum syari'at yang ada sekarang masih kurang bahkan kalangan dayah sendiri menilai syari'at Islam di Aceh cilet-cilet, bahkan bisa menodai kesaklaran nilai-nilai Islam sesungguhnya bila terus begini, dalam hal ini dr Zaini yang visi misinya membangun syari'a Islam di Aceh harus merangkul ulama, bila belum kenal, harus datang kepada ulama sebagai orang yang berilmu sudah sepatutnya kita muliakan. yang kurang pada syari'at Islam adalah belum sesuai dengan nilai- nilai Islam.
Kemudian apakah ulama harus mengikuti politik, iya tapi tidak seperti keterlibatan politikus, ulama harus mengetahui perjalanan dan perkembangan masyarakat supaya bisa memberikan masukan-masukan yang baik sesuai dengan perkembangan dilandasi pada nilai-nilai Islam.
Demikainlah yang saya tahu mengenai pandangan ulama ketika diskusi di dayah-dayah dan pertemuan- pertemuan dan pengajian Abu-Abu.
TAT:   Terimakasih banyak atas penjelasan Tgk, semoga pencerahan ini bisa menjadi acuan terhadap dilema yang sedang terjadi di Aceh. Assalamualaikum Tgk.
Tgk ZA: Wa'aikum salam jami'a. Dengan senang hati Tgk Insya Allah, berbagi ilmu pengatahuan dan pengalaman, Terima kasih banyak juga sebaliknya.

Jadi saya perpendapat, janganlah kita mengambil kesimpulan, keputusan, bertindak dan main hakim sendiri sebelum kita tahu hal yang sebenarnya.

Johan Mamkor Habib Abdul Gani
Team PENA dan
 The ACEH TIMES
The ACEH TIMES
adalah Group Company
Tabloid SUARA PUBLIK

Posting Komentar

0 Komentar