Pelaksanaan
Syari'at Islam Kurang Libatkan Ulama dan Hukum Cambuk Belum Sesuai Dengan Aturan
Islam
Tgk. Zulfahmi Aron (sebelah kiri) |
Melihat perkembangan moral yang sudah mulai kritis di Tanoh Endatu, membuat saya sebagai Team Pembela Negeri Aceh (PENA)
dan sebagai Jurnalis di The Aceh Times
terpanggil untuk melihat dari sudut Agama. Karena itu saya mencoba mencari tahu
apa sebab sebab dari masalah ini.
Di lain pihak, mengatakan bahwa peran ulama sangat minim
untuk mengantisipasi atau kurangnya intervensi ulama ke lapangan untuk membantu
menanggulangi moral yang semakin menipis ini.
Tapi apakah benar begitu? Sebab itulah saya
mewawancari Tgk Zulfahmi Aron yang saya anggap bisa saya jadikan speaker dari Ulama Aceh untuk
menjernihkan suasana yang semakin hari semakin meruncing di tanah leluhur Aceh.
Adapun wawancara ini tidaklah sesempurna yang anda pikirkan,
ini adalah awal dari sebuah permulaan. Jangan kita berandai-andai dan ”menunjuk dalam kain sarung” tentang
ulama. Sebab itulah, kita perlu langsung bertanya kepada mereka, tentang apa
sebenarnya kendala yang mereka hadapi selama ini di Aceh.
Saya berharap agar pembaca mengambil iktibar dari pencerahan ini, seandainya apa yang kita bicarakan
didalam ini tidak benar, maka dengan hati terbuka silakan anda komentar. Dan,
kalau perlu kita akan betulkan perbaiki bagaimana yang betul menurut anda.
Bismillahirrahmanirrahim
The
Aceh Times (TAT): Assalammualaikum Tgk
Tgk
Zulfahmi Aron (Tgk. ZA) : Walaikum salam Saudaraku
TAT : Apa bisa Tgk.
tulis tentang pandangan masyarakat Aceh terhadap Ulama sekarang ini.?
Tgk ZA:
Dari sudut pandangan apa Tgk.?
TAT : Dari
sudut pandangan Tgk yang saya lihat bahwa, Tgk dekat dengan ulama. Sebab banyak
yang beranggapan bahwa ulama di Aceh kurang berhasil melaksanakan peran mereka
sebagai ulama. Karenanya dalam pembicaraan kita saat ini, Tgk bilang tak ada
yang bertanya langsung kepada ulama tentang masalah dan kendala yang mereka
hadapi. Jadi inilah kesempatan Tgk untuk menjelasnnya, saya akan publish
pembicaraan kita ini Tgk.
Tgk ZA: Alhamdulillah, rupanya masih ada anak Aceh
seperti anda yang perduli tentang masalah seperti ini.
TAT: Kewajiban sebagai anak Bangsa Tgk
Tgk ZA: Alhamdulillah, baiklah saya akan jelaskan
kepada Tgk. Peran Ulama sudah menjadi pengetahuan umum bagi kita tentang
kalimat ‘Ulama’, kalimat ulama tersebut dalam Al Quran dan Hadist yang
berartikan orang yang berilmu pengetahuan agama dan mengamalkannya sebagaimana
dijelaskan dalam tafsir dan kitab-kitab muktabarah lainnya. Ulama adalah
pewaris dari pada Nabi dan Rasul, hanya dua dua hal yang tidak diwarisi kepada
ulama yaitu kenabian dan kerasulan, selain dari dua hal itu para ulama
mendapatkannya. Hal ini jelas dapat difahami dari hadist nabi SAW.
Mendapatkan derajat Ulama bukanlah hal yang mudah dan gampang, dikarenakan mesti belajar dan memahami isi kandungan ayat, hadist serta perlengkapan ilmu lainnya, melalui proses yang panjang seseorang akan menggapai derajat ulama. Ulama yang telah diberikan kehormatan tinggi dalam pandangan Allah dan Rasul dan pandangan agama secara umum, ulama ada tugas dan kewajibannya. Diantaranya ulama itu menyampaikan apa yang tersebut dalam agama sesuai dengan nilai- nilai Islam. Dalam hal ini maka lahirlah dayah sebagai tempat para ulama mendidik dan mengajari umat mengenal nilai-nilai Islam dalam penjabaran yang umum. Selain dayah ulama juga menyampaikan melaui dakwah-dakwah memberikan penjelasan pada umat termasuk kebijakan pada pemerintah, wa’alal ‘ulamail bayan wa ‘alas sulthanit tahkim “atas ulama memberikan penjelasan dan atas pemerintah melaksanakan”.
Belakangan terdengar kabar, kemaksiatan merajalela hal ini disebabkan melemahnya ulama, menurut saya ini bukanlah hal yang masuk akal, karena ulama bukan tuhan yang bisa membalikkan seseorang menjadi baik dalam seketika, tugas ulama adalah menjelaskan dan memberikan nasehat-nasehat sesuai aturan Islam. Bila seseorang itu patuh dan mau mengikutinya maka baiklan seseorang itu, begitu juga sebaliknya bila seseorang enggan, tidak mau mengikuti nasehat baik ulama akan tetapi lebih mengikuti hawa nafsu dan bisikan syaithan maka binasalah sesorang itu. Jadi kesalahan masyarakat jangan kita salahkan ulama, baru kita katakan ulama salah, bila tidak memberikan penjelasan dan nasehat kepada umat. Menurut saya, penjelasan dan nasehat adalah setiap sa’at ada, di Mesjid, di dayah dan tempat-tempat lainnya. Beda halnya orang tidak mau ke mesjid, ke dayah dan sebagainya, berarti bukan ulama yang salah tapi masyarakat itu yang salah tidak mau kemesjid dan ke dayah. Ada yang menanyakan kenapa ulama tidak langsung terjun kelokasi, saya rasa ulama itu bukan robot, malaikat yang bisa hadir dimana saja. Lagipula anjuran dalam agama hanya untuk mengingatkan saja, dan ini jelas sekali tersebut dalam Al Quran dan Hadist Nabi.
Yang jadi pertanyaan bila ulama terjun kelapangan mana kehormatan dan etika kita sa’at itu, terlepas dari nilai-nilai agama. Siapa yang akan mengajar di dayah, berapa banyak jumlah santri yang menunggu mengalirnya ilmu pengetahuan darinya. Jangan semua kita pundakkan atas ulama, karena disana terdapat kewajiban-kewajiban bagi bukan ulama, seperti orang tua yang berkewajiban mengontrol dan membina kularganya, pemerintah bertanggung jawab atas rakyatnya. Peran ulama saya rasa sudah efektif dengan tanggung jawabnya mendidik dan membina umat kejalan yang benar.
Mendapatkan derajat Ulama bukanlah hal yang mudah dan gampang, dikarenakan mesti belajar dan memahami isi kandungan ayat, hadist serta perlengkapan ilmu lainnya, melalui proses yang panjang seseorang akan menggapai derajat ulama. Ulama yang telah diberikan kehormatan tinggi dalam pandangan Allah dan Rasul dan pandangan agama secara umum, ulama ada tugas dan kewajibannya. Diantaranya ulama itu menyampaikan apa yang tersebut dalam agama sesuai dengan nilai- nilai Islam. Dalam hal ini maka lahirlah dayah sebagai tempat para ulama mendidik dan mengajari umat mengenal nilai-nilai Islam dalam penjabaran yang umum. Selain dayah ulama juga menyampaikan melaui dakwah-dakwah memberikan penjelasan pada umat termasuk kebijakan pada pemerintah, wa’alal ‘ulamail bayan wa ‘alas sulthanit tahkim “atas ulama memberikan penjelasan dan atas pemerintah melaksanakan”.
Belakangan terdengar kabar, kemaksiatan merajalela hal ini disebabkan melemahnya ulama, menurut saya ini bukanlah hal yang masuk akal, karena ulama bukan tuhan yang bisa membalikkan seseorang menjadi baik dalam seketika, tugas ulama adalah menjelaskan dan memberikan nasehat-nasehat sesuai aturan Islam. Bila seseorang itu patuh dan mau mengikutinya maka baiklan seseorang itu, begitu juga sebaliknya bila seseorang enggan, tidak mau mengikuti nasehat baik ulama akan tetapi lebih mengikuti hawa nafsu dan bisikan syaithan maka binasalah sesorang itu. Jadi kesalahan masyarakat jangan kita salahkan ulama, baru kita katakan ulama salah, bila tidak memberikan penjelasan dan nasehat kepada umat. Menurut saya, penjelasan dan nasehat adalah setiap sa’at ada, di Mesjid, di dayah dan tempat-tempat lainnya. Beda halnya orang tidak mau ke mesjid, ke dayah dan sebagainya, berarti bukan ulama yang salah tapi masyarakat itu yang salah tidak mau kemesjid dan ke dayah. Ada yang menanyakan kenapa ulama tidak langsung terjun kelokasi, saya rasa ulama itu bukan robot, malaikat yang bisa hadir dimana saja. Lagipula anjuran dalam agama hanya untuk mengingatkan saja, dan ini jelas sekali tersebut dalam Al Quran dan Hadist Nabi.
Yang jadi pertanyaan bila ulama terjun kelapangan mana kehormatan dan etika kita sa’at itu, terlepas dari nilai-nilai agama. Siapa yang akan mengajar di dayah, berapa banyak jumlah santri yang menunggu mengalirnya ilmu pengetahuan darinya. Jangan semua kita pundakkan atas ulama, karena disana terdapat kewajiban-kewajiban bagi bukan ulama, seperti orang tua yang berkewajiban mengontrol dan membina kularganya, pemerintah bertanggung jawab atas rakyatnya. Peran ulama saya rasa sudah efektif dengan tanggung jawabnya mendidik dan membina umat kejalan yang benar.
Ulama adalah orang yang
menyampaikan nilai-nilai kebajikan, kita apa sudah mengikuti ajaran da aturan
itu. Jangan ketika orang berbuat salah kita salahkan ulama, ulama bukan tuhan
yang bisa mengubah manusia dalam seketika menjadi baik, tugas ulama adalah
menjelaskan dan menasehati, tugas kita adalah bertanya pada ulama, sesuai
dengan anjuran Allah dalam Alquran “bertanyalah pada orang yang paham terhadap satu hal bila kita tidak mengetahui”. Berterima kasihlah pada ulama karena
dengan adanya banyak kebajikan yang telah kita dapati.
TAT: Apa pendapat Ulama Aceh tentang anggota
WH yang menyalahgunakan kuasa dan menurut Tgk, apakah
hukum cambuk itu bisa mengurangi maksiat. Disamping itu kita bisa melihat
dengan jelas korupsi di Aceh sangat tinggi, bagaimana tindakan ulama dalam
menanggulangi masalah ini. Terus yang tidak kurang menariknya tentang Hukum Syariat
yang ada sekarang, apakah sudah maksimal diterapkan, kalau sudah, apa saja, dan
kalau kurang apa yang perlu ditambahkan, dan yang terakhir Tgk, apakah perlu
ulama ikut campur urusan politik, bukankah sebaiknya ulama jadi team pengawas
politik
Tgk ZA: Mengenai apa pendapat Ulama Aceh tentang
anggota WH menyalahkan kuasa dalam hal ini ulama tidak berkomntar lebih banyak
karena melihat kepada asal mula penetapan hukum atau qanun dalam hal ini DPR
yang berkuasa tidak melibatkan ulama, seharusnya DPR datang pada ulama, Abu
Panton, Abu Tumin Blang Bladeh, Abu Daod Lueng Angen, Abu MUdi dan masih banyak
ulama lain, saya terkadang terpikir orang kadang belumpun mengenal mana ulama
Aceh yang sesungguhnya. Jadi mengenai tanggapan ulama WH bertindak tidak sesuai
aturan ini tugas pemerintah yang menetapkan disamping diberikan masukan oleh
ulama, bukan ulama tidak memberikan masuk ada, itu ada, banyak sekali. Namun
pemerintah tidak menjalankannya dan kurang bertanya pemerintah pada ulama,
bila ulama datang ke pemerintah juga masyarakat akan mengatakan hal itu salah
karena kapan mengajar dan mendidik umat.
Kemudian mengenai apakah hukum
cambuk bisa mengurangi maksiat, sebagaimana yang dijelaskan oleh Abu-Abu dalam
pertemuan-pertemuan dan diskusi-diskusi, hukum cambuk yang ada di Aceh itu
belum sesuai dengan aturan Islam, penzina yang terbukti dia melakukan zina bila
dia sudah menikah maka dihukum sampai mati, bila dia belum menikah terbukti
berzina maka dia dicambuk seratus kali, hal ini sesuai dengan firman Allah. dan
ini belum berlaku di Aceh. Namun demikian Ulama dalam hal ini menganggap bahwa
hal ini bisa sebagai langkah awal untuk berdirinya Syari'at Islam, ulama sangat
yakin dengan aturan Allah suatu hal yang telah ditetapkan Allah tentu Allah
akan memberikan yang terbaik, minimalnya dengan adanya hukum cambuk yang
maksimal orang akan takut tidak berani melakukan hal tersebut walaupun ada satu
dua.
Namun demikian juga dalam hal
pelaksanaan Syari'at Islam di Aceh keterlibatan ulama sangat kurang. seharusnya
masalah Syari'at Islam ulama berperan aktif dalam hal ini. Dulu masa Kerajaan
Aceh Darussalam ada Qadhi yang juga ulama besar yaitu Syiah Kuala, sulthan dan
ulama dekat, hari ini tidak. kenapa pemerintah tidak melibatkan ulama-ulama
kharismatik Aceh?
Mengenai sikap ulama dalam
menanggulangi masalah korupsi, kembali kepada teks awal ulama adalah orang yang
memberikan nasehat dan masukan, dal hal ini ulama selalu memberikan nasehat
mengenai hadd pencurian, perampokan dan sebagainya, baru hukum ini jalan bila
diqanunkan oleh dewan dan dijalankan oleh pemerintah, kembali lagi
kepermasalahan dewan harus mengajak ulama dalam membuat qanun jinayat tersebut
supaya sesuai dengan aturan Islam.
Hukum syari'at yang ada
sekarang masih kurang bahkan kalangan dayah sendiri menilai syari'at Islam di
Aceh cilet-cilet, bahkan bisa menodai kesaklaran nilai-nilai Islam
sesungguhnya bila terus begini, dalam hal ini dr Zaini yang visi misinya
membangun syari'a Islam di Aceh harus merangkul ulama, bila belum kenal, harus
datang kepada ulama sebagai orang yang berilmu sudah sepatutnya kita muliakan.
yang kurang pada syari'at Islam adalah belum sesuai dengan nilai- nilai Islam.
Kemudian apakah ulama harus
mengikuti politik, iya tapi tidak seperti keterlibatan politikus, ulama harus
mengetahui perjalanan dan perkembangan masyarakat supaya bisa memberikan
masukan-masukan yang baik sesuai dengan perkembangan dilandasi pada nilai-nilai
Islam.
Demikainlah yang saya tahu
mengenai pandangan ulama ketika diskusi di dayah-dayah dan pertemuan- pertemuan
dan pengajian Abu-Abu.
TAT: Terimakasih banyak atas penjelasan Tgk,
semoga pencerahan ini bisa menjadi acuan terhadap dilema yang sedang terjadi di
Aceh. Assalamualaikum Tgk.
Tgk ZA: Wa'aikum salam jami'a. Dengan senang hati Tgk Insya
Allah, berbagi ilmu pengatahuan dan pengalaman, Terima kasih banyak juga
sebaliknya.
Jadi saya perpendapat,
janganlah kita mengambil kesimpulan, keputusan, bertindak dan main hakim
sendiri sebelum kita tahu hal yang sebenarnya.
Johan
Mamkor Habib Abdul Gani
Team
PENA dan
Sumber:
www.tabloidsuarapublik.com
The
ACEH TIMES
adalah
Group Company
Tabloid
SUARA PUBLIK
0 Komentar