"Qanun KKR itu juga adalah amanah MoU Helsinki. Pembentukan KKR di Aceh
lebih penting daripada pembentukan Wali Nanggroe dan Qanun Lambang serta
Bendera Aceh"
PENA News | Memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM) dunia hari ini, Senin 10 Desember 2012, puluhan aktivis di Banda Aceh menggelar aksi di Simpang Lima Banda Aceh mengenang para korban pelanggaran HAM.
Mereka juga memamerkan foto-foto para korban pembunuhan yang hingga kini pelakunya belum diadili.
"Tujuh tahun perdamaian Aceh, tapi hingga hari ini belum ada satu pun kasus pelanggaran HAM selama perang di Aceh diadili, pemerintah abai. Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh juga belum dilakukan hingga kini," kata aktivis HAM di Aceh, Reza Idria, dalam orasinya.
Selain kasus pelanggaran HAM masa konflik, negara juga dinilai abai membendung aksi-aksi pelanggaran HAM yang terjadi saat ini. Pada 2012, terjadi sejumlah aksi penembakan pekerja asal Jawa di Aceh dan aksi pembunuhan dengan tuduhan menyebarkan aliran sesat.
"Negara sengaja membiarkan kasus-kasus pelanggaran HAM terus terjadi di tengah masyarakat. Bahkan, dalam beberapa kasus, negara mengamini tindak kekerasan," kata Reza.
Untuk itu, para aktivis yang tergabung dalam Komite Aksi Peringatan Hari HAM di Aceh ini meminta agar DPR Aceh segera mengesahkan Qanun atau peraturan daerah tentang Komite Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh. Selain itu, mereka meminta aparat kepolisian berani menindak tegas kelompok-kelompok yang melakukan pelanggaran HAM di Aceh.
"Qanun KKR itu juga adalah amanah MoU Helsinki. Pembentukan KKR di Aceh lebih penting daripada pembentukan Wali Nanggroe dan Qanun Lambang serta Bendera Aceh," ujarnya.
Selain berorasi dan memajang foto-foto korban pelanggaran HAM di Aceh, para aktivis HAM di Aceh juga menggelar pembacaan puisi dan teatrikal yang menggambarkan aksi kekejaman perang di Aceh.
Mereka juga memamerkan foto-foto para korban pembunuhan yang hingga kini pelakunya belum diadili.
"Tujuh tahun perdamaian Aceh, tapi hingga hari ini belum ada satu pun kasus pelanggaran HAM selama perang di Aceh diadili, pemerintah abai. Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh juga belum dilakukan hingga kini," kata aktivis HAM di Aceh, Reza Idria, dalam orasinya.
Selain kasus pelanggaran HAM masa konflik, negara juga dinilai abai membendung aksi-aksi pelanggaran HAM yang terjadi saat ini. Pada 2012, terjadi sejumlah aksi penembakan pekerja asal Jawa di Aceh dan aksi pembunuhan dengan tuduhan menyebarkan aliran sesat.
"Negara sengaja membiarkan kasus-kasus pelanggaran HAM terus terjadi di tengah masyarakat. Bahkan, dalam beberapa kasus, negara mengamini tindak kekerasan," kata Reza.
Untuk itu, para aktivis yang tergabung dalam Komite Aksi Peringatan Hari HAM di Aceh ini meminta agar DPR Aceh segera mengesahkan Qanun atau peraturan daerah tentang Komite Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh. Selain itu, mereka meminta aparat kepolisian berani menindak tegas kelompok-kelompok yang melakukan pelanggaran HAM di Aceh.
"Qanun KKR itu juga adalah amanah MoU Helsinki. Pembentukan KKR di Aceh lebih penting daripada pembentukan Wali Nanggroe dan Qanun Lambang serta Bendera Aceh," ujarnya.
Selain berorasi dan memajang foto-foto korban pelanggaran HAM di Aceh, para aktivis HAM di Aceh juga menggelar pembacaan puisi dan teatrikal yang menggambarkan aksi kekejaman perang di Aceh.
0 Komentar