PENA News | Massa yang tergabung dalam Gerakan Aliansi Masyarakat Aceh Selatan (GAM AS), Kamis (29/11), menggelar unjuk rasa di gedung DPRK setempat. Mereka mendesak pemerintah pusat agar mengesahkan provinsi baru, yakni Provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS) pada tahun 2013.
Aksi itu berlangsung sekira pukul 10.00, berakhir pukul 11.30 WIB. Sebelum beranjak ke Gedung DPRK Aceh Selatan, massa berkumpul di halaman Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) atau kantor bupati lama.
Saat melangkah, mereka mengusung sejumlah spanduk. Di antaranya bertuliskan, “Masyarakat Aceh Selatan Menolak Qanun Wali Nanggroe”, “Qanun Bendera dan Lambang Aceh Hanya untuk Kepentingan Kelompok Tertentu”, dan “Segera Wujudkan Provinsi ABAS Demi NKRI”. Spanduk lainnya berisi kritik terhadap Pemerintah Aceh.
Teuku Sukandi, koordinator aksi, dalam orasinya berseru, Lebih baik "merdeka" (berpisah-red) daripada dijajah! Lewat pernyataan itu ia ajak semua elemen di Aceh Selatan untuk bahu membahu bersama tokoh masyarakat di pantai barat-selatan Aceh memperjuangkan pemekaran Provinsi ABAS, sebagaimana yang sedang diperjuangkan oleh kabupaten lain di wilayah barat selatan Aceh.
Sukandi menyampaikan tiga hal yang menjadi tuntutan mereka yang berunjuk rasa kemarin. Pertama, menolak Rancangan Qanun Bendera dan Lambang Aceh yang berbau separatis, karena rakyat Aceh Selatan khawatir suasana yang sudah tenteram ini akan bergejolak dan timbul konflik politik dan konflik lainnya.
Kedua, meminta pemerintah pusat segera mengesahkan Provinsi ABAS pada tahun 2013. “Ketiga, kami seprinsip menolak Qanun Wali Nanggroe, karena keberadaan lembaga ini hanya akan memboroskan keuangan daerah saja. Terlebih lagi Qanun WN itu dirumuskan atas kehendak suatu golongan saja, bukan kehendak masyarakat Aceh keseluruhannya,” ujar Sukandi.
Teuku Sukandi yang juga mantan anggota DPRK Aceh Selatan ini juga mengatakan, legislatif dan eksekutif Aceh benar benar berpihak kepada rakyat tentunya mereka tidak memprioritaskan qanun qanun yang sama sekali tidak ada manfaatnya bagi mayoritas masyarakat Aceh. Sebab, masih ada janji di masa kampanye yang lebih prioritas untuk diselesaikan ketimbang qanun qanun tersebut.
Dulu, kata Sukandi, pasangan Dokter Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf saat kampanye di sejumlah daerah di Aceh berjanji akan memberi 1 juta rupiah kepada keluarga miskin per bulan. Tapi kenapa janji tersebut sampai saat ini tidak direalisasikan? Kenapa justru qanun yang mementingkan pribadi dan golongan yang lebih diutamakan? “Apakah itu namanya pemerintah yang prokepentingan rakyat? Berangkat dari pemikiran rasional inilah kita ingin memisahkan diri dari Provinsi Aceh. Kita akan hijrah dari Serambi Makkah ke Serambi Madinah. Oleh karenanya, mari bersama sama kita satukan tekad dan semangat untuk mewujudkan cita cita tersebut,” seru Teuku Sukandi bersemangat.
Orator lainnya, Bestari Raden alias Tgk Rimung Lam Kaluet menambahkan, “Sudah berapa banyak tokoh intelektual yang lahir di wilayah pantai barat selatan Aceh, baik yang di luar negeri maupun yang di dalam negeri. Tapi sampai saat ini wilayah kita masih terlihat dikerdilkan dan dimarginalkan oleh Pemerintah Aceh. Oleh karenannya, mari bersama sama kita bangun kembali Aceh barat selatan ini demi anak cucu kita ke depan supaya tidak terus terusan dikerdilkan dan dimarginalkan,” ajak dalam orasinya.
Bestari juga meminta DPRK setempat untuk tidak hanya mementingkan nasib sendiri dalam menyikapi prsoalan yang kini sudah jadi polemik di tengah masyarakat Aceh. Dewan dia minta melakukan gebrakan demi terciptanya masyarakat Aceh yang adil dan makmur secara keseluruhan, bukan hanya sebatas memperjuangkan qanun yang sama sekali tak menyentuh kepentingan masyarakat banyak.
“Wali itu lahir dari ulama yang benar benar bisa menyatukan dan menjadi panutan bagi sekalian umat di negeri syariah ini, itu pun dalam keadaan perang. Tapi dalam kondisi damai seperti ini malah Qanun Wali Nanggroe itu yang menjadi prioritas bagi eksekutif dan legislatif untuk dibahas ketimbang qanun yang benar benar menyentuh kepentingan rakyat banyak. Di mana janji Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh saat berkampanye dulu?” gugat Bestari Raden.
Usai keduanya berorasi, Teuku Sukandi menyerahkan pernyataan sikap tertulis GAM AS itu kepada Wakil Ketua DPRK Aceh Selatan dari Partai Demokrat, Marsidiq. Saat itu Marsidiq didampingi anggota DPRK lainnya, yakni Zulfar Arifin SAg (PKPI), Hendriyono (PKPI), dan Teuku Mudasir (Partai Golkar). (tz)
Akan Diprioritaskan
Sejauh yang kita amati, masalah ini (Qanun Wali Nanggroe serta Raqan Bendera dan Lambang Aceh -red) bukan cuma diprotes di Aceh Selatan, tapi juga di beberapa kabupaten dan kota di Aceh. Oleh karenanya, perlu kita tindak lanjuti agar dibahas bersama Komisi A DPRK Aceh Selatan.
Apakah akan kami keluarkan rekomendasi nantinya, itu sangat tergantung pada hasil pembahasan bersama di komisi. Yang pasti, persoalan ini akan kami prioritaskan pembahasannya.
* Marsidiq, Anggota DPRK Aceh Selatan dari Partai Demokrat. (tz)
Jangan Dijadikan Warga Kelas Dua
Di mata TAF Haikal, isu pemekaran yang saat ini kembali disuarakan oleh masyarakat barat-selatan Aceh dengan tuntutan agar segera lahir Provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS), bukanlah hal baru. “Sudah sejak pemerintahan sebelumnya tuntutan seperti ini bergema,” kata Juru Bicara Kausus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh itu menjawab Serambi di Banda Aceh, Kamis (29/11) kemarin.
Lalu, kenapa tuntutan itu kini kembali bergema? “Itu karena apa yang dirasakan masyarakat barat selatan masih belum jauh berbeda dengan apa yang dialami pada masa pemerintahan sebelumnya,” jawab Haikal. Ia menyatakan, bukan Qanun Wali Nanggroe yang memicu maraknya tuntutan pemekaran ini, tetapi lebih karena rasa keadilan, ketimpangan dalam pembangunan, tersendatnya arus aspirasi, dan yang lebih fatal lagi adalah masyarakat barat-selatan merasa dijadikan sebagai warga kelas dua di provinsi ini. “Sedianya, jangan sampai begitu.”
Sebetulnya, menurut Haikal, tuntutan ini tidak perlu ditanggapi berlebihan oleh pemerintah sekarang, tetapi harus dijawab lewat kerja keras dan karya yang nyata. Artinya, berikan rasa keadilan, pemerataan pembangunan, jangan tutup arus aspirasi mereka, dan tempatkan mereka setara dengan warga lain di bagian Aceh lainnya.
“Kalau ini mampu diwujudkan oleh pemerintahan sekarang di bawah kepemimpinan Dokter Zaini Abdullah-Muzakir Manaf, saya yakin tuntutan pemekaran akan berangsur memudar. Soalnya, apa yang mereka harapkan sudah tercapai,” demikian Haikal.
SUMBER: ACEHdotTRIBUNNEWSdotCOM
1 Komentar
Setuju..... Wali dan Qanun itu hanya untuk sekelompok orang saja, jangan dibodohi dengan mimpi2 yang tidak jelas, kita bagian dari NKRI. Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Aceh Tengah dan Aceh Timur menolak qanun dan wali nanggro.
BalasHapus