Like on Facebook

header ads

Goresan ”Lukisan” Rumoh Rayeuk Payajeras dan Kem Semenyeh

Syukri Ibrahim (Wareeh) Disaat di Kem Kem Semenyeh
PENA News - BEGITU tragisnya kehidupan keseharian didalam camp (kem-red) sehingga menyulitkan saya untuk menulis sepenggal pengalaman yang begitu getir dan masih menyisakan trauma. Karena riwayat yang saya alami ini, bagaikan mimpi buruk. Tapi, dengan keyakinan dan semangat membara, mencoba mengingat sedaya maupun upaya tulisan ini dapat dibaca berbagai kalangan sehingga tidak dirasakan aneuk Bangsa Acheh dimasa yang akan datang.

Pada Minggu (19/05/2004), saya keluar dari Tanoh Endatu yang bertepatan dengan “disahkannya” status Darurat Sipil (DS) di Aceh. Dimana, saya berangkat melalui Pulau Tanjung Balai (Sumatera Utara) menuju Port Klang Selangor, Malaysia.


Kehidupan di dalam kem setiap harinya diberikan makanan dua kali sehari. Pada saat pagi diberikan satu gelas the manis dan sepotong roti untuk setiap tahanan. Pada suatu kesempatan, kehidupan dalam kem. satu hari tiga kali (maste) maste itu pehitungan orang tahana oleh kepolisian kem dalam satu hari dua kali di bagi makanan dan paginya di bali satu gelas air teh dan satu roti pada setian tahana dalam kem.

Saya dan kawan-kawan yang semua berjumlah enam orang dalam satu bot besar. Diantara adalah saya (Wareeh), Bang Zakasi (Jalo Puntong) Saiful, Cek Zubir (Juluko), Marzuki (Mulu) dan Jamal Adam (Panglima Wilayah Peureulak) serta seorang lagi berasal dari Bireuen. Selama dua hari dua malam ditengah laut dalam perjalan untuk berharap tiba di Port Klang Selangor Malaysia.

Begitu sampai di Negeri Jiran Malaysia, kami terus dijemput oleh Bang Muslem Usman. Dan selanjutnya, kami dibawa ke rumahnya di Payajeras Selangor. Selama dua hari di rumah Bang Muslem, saya diinterview oleh seorang dari NGO Australia. Kenapa saya sampai hijrah ke Malaysia, dan saya pun memberikan jawaban bahwa, saya salah seorang korban penganiayaan aparat TNI pada saat berada di Aceh.

Kenapa saya sampai hijrah ke Malaysia, dan saya pun memberikan jawaban bahwa, saya salah seorang korban penganiayaan aparat TNI pada saat berada di Aceh. Selama saya di Payajeras Selangor terus melakukan aktivitas berkerja mendapatkan penghasilan untuk kepenting bersama. Termasuk, mencari kawan-kawan yang berdatangan ke Malaysia. Saya dan yang lainnya ditempat pada tempat yang bernama Rumoh Rayeuk di Payajeras. Perkumpulan ini dipimpin oleh Cek Mat pada masa itu yang kebanyakan dari pasukan-pasukan TNA (Tentara Neugara Aceh). Di “Rumoh Rayeuk” ini lah, tempat bernaungnya rekan-rekan yang belum mempuayai pekerjaan.

Kami, bersama-sama dengan yang telah memiliki pekerjaan untuk membantu saudara-saudara memberikan makanan. Dikarenakan, sudah cukup banyak orang Aceh yang belum mendapatkan pekerjaan yang layak pada masa itu di Malaysia dan banyak juga yang tidak ada kerjaan, hingga kami buat aturan, siapa diantara kami yang sudah ada kerja wajib memberi 50RM per bulan untuk kawan-kawan yang tidak ada kerja yang bernaung di Rumah Rayeuk.

Untuk itu, adanya Penutoh Panglima, yang djeut tubi, tubi laju ile. Tidak lama kemudian saya dan beberapa kawan-kawan yang bersamaan ditangkap oleh Polisi Kerajaan Malaysia dikarenakan kami tidak mempunyai dokummen lengkap untuk tinggal di Malaysia. Polisi menangkap kami lalu dibawa ke Lokap (Penjara) Malaka Malaysia selama 5 hari. Selanjutnya, kami diadili ke Mahkamah Hukum Kerajaan Malaysia dan dijatuhkan hukuman empat bulan penjara dengan alasan kami tidak mempunyai dokummen yang sah dan untuk tinggal di Malaysia.

Kemudian, kami dibawa ke Penjara Kajang Selangor, Malaysia. Setelah empat bulan menetap dalam penjara menjalankan hukuman, maka masa hukuman habis, kami dihantar ke Kem Semenyeh Selangor. Kem ini merupakan tempat pembuangan pendatang “haram” yaitu tidak dilengkapi dokumen resmi. Pendatang yang tanpa dokumun akan dikembalikan ke negara asalnya masing-masing. Di Kem Semenyeh Selangor ini lah saya menetapkan hati untuk tidak kembali ke Negara Indonesia karena saya tidak mengaku sebagai anak Bangsa Indonesia.

Disitu juga, saya dijumpai oleh pihak UNHCR untuk memilih negara ketiga dalam proses untuk dibawa ke negara ke tiga saya tunggu beberapa bulan di Kem Semenyeh Selangor Malaysia. Banyak kenangan sejarah yang tidak bisa saya lupakan, “berhias kelap” dan senyum maupun tangis bagaikan Goresan “Lukisan”.

Mungkin, bukan hanya saya saja yang dapat merasakan kehidupan dalam Kem Semenyeh Malaysia, tapi masih banyak dikalangan para Pemuda Aceh yang pernah ditangkap di Malaysia merasakan hal yang sama. Saya terus dan selalu bersemangat dalam penantian menunggu proses Refuge untuk ke negara ke tiga. Saya tetap kuat. sebabkan Kem Semenyeh sudah ada kenangan “hitam” para pahlawan-pahlawan Aceh terdahulu yang ditembak dalam Kem Semenyeh Selangor Malaysia untuk mempertahankan semangat ke-Aceh-an pada tahu 1998.

BERSAMBUNG ke Cerita: Proses Refuge ke Negara Denmark

Wassalam
Syukri Ibrahim (Wareeh)
Saat ini menetap di Denmark

Posting Komentar

1 Komentar