Like on Facebook

header ads

Aceh “Menghalalkan” Kampanye Ala Baboon/Monyet?

SERAMBI /TAUFIK ZASS
Personel Polisi memeriksa timsukses (Timses) pasangan calon bupati / wakil bupati Aceh Selatan nomor urut 2 yang diusung Partai Golkar dan koalisi, Muhammad Saleh SPdi / Ir H Ridwan A Rahman MMT (SAMAN) diduga dibakar, Jumat (18/01/2013) dini hari sekira pukul 04.00 WIB

PENA News | Kampanye yang sudah benar-benar tidak bebas dari politik kotor. Dimana pada umumnya, penggunaan fitnah, pencemaran nama baik, pemalsuan, atau tindakan kriminal lainnya dan termasuk mempermalukan saingan politik. Hal ini disebabkan ulah dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dimana setiap kandidat tidak dapat berkampanye dengan tenang.

Calon yang kalah akhirnya menempuh tindakan hukum setelah pesta demokrasi berakhir. Sementara pemilih hanya dapat berdiam diri dan tidak boleh banyak bicara. Maka makin mudahkan para politikus menggunakan politik kotor mereka. Setiap kampanye para politikus ini suka dan terkenal berorientasi yang absurd (yang bukan bukan), membuat janji-janji yang menggiurkan. Alhasil, menunjukkan bahwa peserta yang ikut dalam kontes kampanye lebih menjurus menggunakan setiap dan semua cara yang diperlukan untuk menjamin kemenangan.

Salah satu contoh kampanye yang tidak sehat adalah: Para orator kampanye sering diskreditkan dengan menyampaikan pidato yang bersifat pribadi dan memojokkan lawan dengan kata-kata hujatan dan sudah menghampiri dengan provokator. Meskipun tidak satupun tuduhan atau fakta yang dibeberkan adalah benar, tapi untuk menaklukkan lawan, menggadaikan maruah dan harga diri juga tidak apa-apa.

Berkampanye dengan menggunakan keperibadian lawan sebagai bahan memang sangat mujarab di negeri seperti Aceh, karena tingkat pengetahuan rakyatnya yang mudah diprovokasi akan memudahkan para politikus mengambil kesempatan agar orasi dan niat untuk menang bisa tercapai.

Sementara rakyat/pendukung tak ubah seperti kambing yang hanya dapat air minum dikala mereka gerah. Setelah kampanye selesai maka pendukung kembali ke habitat mereka masing-masing. Yang partainya menang akan merasa bangga walaupun tak dapat untung apa-apa kepada mereka, bahkan ada yang sanggup memusuhi kawan, bahkan saudara sendiripun sanggup dimusuhi demi membela partai kesukaannya. Kampanye seperti inilah yang bisa kita katakan ”Kampanye ala Monyet (Baboon)”.

Di dunia Baboon/Monyet setiap kali pemilihan ketua baru, maka si ketua baru itu akan berbuat sebaik-baiknya kepada monyet yang muda-muda, tertama kepada monyet betina, sebab dengan cara ini monyet yang ingin merebut jadi ketua bisa menyingkirkan ketua lama dengan mudah. Biasanya monyet yang muda-muda akan disuruh buat provokasi dan dengan cara ini maka Monyet yang mau jadi ketua akan menyerang Ketua Monyet yang seolah-olah telah berbuat jahat terhadap monyet-monyet lain. (Saya melihat cara ini dari sebuah dokumen yang ditayangkan oleh Animal Planet tentang dunia Monyet), atau anda bisa lihat di youtube tentang bagaimana seekor Monyet kalau mau menjatuhkan lawannya.

Politik kotor dapat berkisar dari penyelidikan invasif ke dalam kehidupan pribadi lawan untuk, sebagai contoh menyelidiki harta kekayaan lawan, keadaan sanak saudara dan tidak terlepas dari famili, hal ini digunakan untuk bahan kampnye dimana nanti bahan itu bisa di koar-koarkan kepada publik.

Malah politik kotor dapat terjadi pada setiap tingkat pelayanan publik. Kandidat politik lokal sering menggunakan catatan harian yang absurd untuk mempermalukan lawan. Emosional dari pihak lawan adalah keuntungan, sebab, kalau lawan sudah emosi maka, lawan akan mudah di pojokkan dengan orasi politiknya sendiri, yaitu menggunakan kata-kata hujatan yang datang dari mulut para orator pihak lawan.

Politik manipulatif telah memainkan peran dalam pesta demokrasi di Aceh yang telah lalu, dan cara seperti memalukan pihak lawanpun dihalalkan. Ancaman dan intimidasi serta kekerasan sengaja diciptakan agar pemilih tidak bisa memilih sesuai dengan hati nurani mereka. Dengan cara ini, peluang untuk menang akan lebih mudah ketimbang membiarkan para pemilih, memilih sesuai dengan kehendak mereka.

Politik kotor sering terjadi jauh dari pengawasan pers, begitu banyak contoh jarang terungkap sampai kampanye telah berakhir. Ke depan, kita berharap, berkampanye lah secara manusiawi, bukan berkampanye seperti Baboon/Monyet.
Salam PENA
Johan Makmor
Pionner PENA
Pembela Negeri Aceh
p

Posting Komentar

0 Komentar