Like on Facebook

header ads

Denmark Orientasi Pendidikan dan Investasi, Aceh “Investasikan” APBA

Bjerne Corydon, Menteri Keuangan Denmark
PENA News | Dalam keadaan genting atau kritikal yang dibutuhkan adalah ketenangan, dalam arti kata, jangan panik. Itulah yang saya dengar dari seorang lulusan Aarhus University dan Harvard University jurusan political science, Bjerne Corydon (Menteri Keuangan Denmark).

Krisis global yang sedang melanda dunia ternyata sangat besar efeknya, terutama dibidang lapangan kerja. Banyak perusahaan di Denmark dan Europa yang harus gulung tikar, ada juga yang memindahkan operasional mereka ke negara yang tenaga kerjanya sangat murah.

Untuk mengantisipasi inilah semalam, tepatnya pada tanggal 18-03-2013 diadakan temu debat tentang bagaimana menciptakan lapangan kerja dalam keadaan begini.

Pada dasarnya cara dan sistem ini mungkin sangat tidak sesuai, kalau kita bawa ke Aceh, karena keadaan di Aceh sangat jauh beda dengan Denmark. Walaupun begitu ada banyak ide mereka yang bisa kita bawa ke Aceh sebagai studi banding untuk memajukan rakyat Aceh.

Untuk sementara ini cara yang terbaik adalah:

Membuka seluas luasnya pintu Denmark kepada dunia pendidikan dan investasi sebanyak-banyaknya ke luar negeri. Kemudian, Investasi di dunia pendidikan sangat penting, sebab dengan pendidikan saja nanti Denmark bisa bangkit lagi. Generasi penerus adalah masa depan Denmark, sebab itu Pemerintah Denmark memberikan milyaran untuk pendidikan dan penelitian.

Mahasiswa yang ingin sekolah keluar sangat digalakkan, dengan begitu maka mereka bias melihat perkembangan di negara tersebut. Dan nantinya bisa dijadikan tolak ukur untuk memajukan ekonomi atau pendidikan di Denmark.

Seperti biasa, mahasiswa yang mau sekolah ke luar negeri masih bisa menerima uang bantuan sekolah yang diberikan oleh pemerintah (SU, Støtte Uddannelse). ”sekitar 7 juta rupiah perbulannya” (red).

Sedangkan mahasiswa yang ingin terus tinggal di dalam negeri, mereka akan diberikan kesempatan untuk praktek sesuai atau menurut pendidikan mereka. Makanya tidak heran kalau di kantor-kantor pemerintahan, perbankan, pabrik dan pertanian banyak siswa yang magang disana.

Cara ini sangat efektif, sebab setelah mereka selesai dengan sekolah banyak diantara mereka yang langsung mendapat kerja di tempat dimana mereka magang. Bagi mereka yang kurang bernasib baik, maka mereka akan diberikan pengarahan oleh guru pembimbing atau mentor mereka di kantor pemerintah (di Denmark setiap orang, tak terkeculai apakah kamu menteri atau presiden, kamu ada mentor di kantor pemerintah-red).

Tugas mentor ini adalah memberikan petunjuk kepada masyarakat yang memerlukan bantuan, kerja, ekonomi atau masalah keluarga (di Aceh bisa juga kita buat kau kita mau-red).

Selain itu Pemerintah Denmark menggalakkan rakyatnya terutama yang muda-muda agar mau bekerja keluar negeri. Dimana bekerja di perusahaan Denmark yang ada di luar negeri.

Disebabkan anak muda Denmark agak malas kerja di luar negeri maka cara ini dulunya kurang mendapat sambutan. Baru sekarang banyak yang mau, karena di Denmark sudah susah mencari kerja untuk mereka yang punya pendidikan tingkat sarjana dan master.

(Tingkat sarjana dan master di Denmark sangat tinggi, karena rata-rata umur 25 tahun mereka sudah master, jadi persaingan di tingkat itu sangat berat, sehingga pemabuk (alkoholik) pun banyak yang bersetatus sarjana rupanya).

Untuk menciptakan lapangan kerja ini perlu energi yang banyak, sebab itu sebagai Negara yang kecil, Denmark harus menjaga hubungan baik dengan Negara besar. Walau begitu, bukan berarti Denmark harus melutut kepada Negara besar. Biasa Negara besar ini yang melutut ke Denmark kalau dalam urusan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Ketiga cara itulah untuk sementara ini cara yang paling efektif untuk mengurangi pengangguran, investasi, menggalakan remaja agar mau kerja di luar Denmark, dan menyediakan tempat praktek kepada mereka yang sudah tamat belajar.

Banyak lagi yang dibahas dalam meeting itu, terutama bagaimana cara pengaturan uang. Cuma saya bukanlah ahli dibidang ekonomi, jadi saya takut silap dalam menerangkan hal itu, biarlah tulisan tentang ekonomi kita serahkan pada ahlinya.

Apa yang saya dapat tangkap semalam adalah:

Untuk menciptakan lapangan kerja kita harus membangun ekonomi yang kuat dan terorganisir, (bukan bendera dan lambang, itu bisa nanti-nanti-red). Menggalakan remaja Aceh agar mau belajar dan pemerintah harus membantu mereka agar mereka pelajar ini mudah mengakses jurusan yang mereka pilih. Pemerintah harus kerja keras untuk membantu pelajar ini agar mereka mudah sekolah di luar negeri.

Mengajak investor luwar agar mau menanamkam modalnya di Aceh (bukan nunggu investor datang-red).

Pemerintah Aceh HARUS BERANI MENUTUP UANG ASPIRASI dan merubah struktur dinas. Perubahan struktur ini akan memudahkan Pemerintah Aceh mengontrol uang dan terutama mengontrol KORUPSI. Kalau tidak, maka Aceh akan terkesan “menyuburkan” Koruptor.

Pemerintah Aceh bisa “menginvestasikan” APBA untuk membuat pabrik yang sesuai menurut daerah, contoh, pabrik gula, pabrik jus, pabrik pengalengan ikan. Export kopi langsung dengan pembeli dari luar, banyak sekali yang bisa diinvestasikan dari uang APBA. Dengan cara ini saja Aceh menyediakan lapangan kerja.

Dan yang paling penting “investasikan” Uang Daerah kepada penelitian, baik itu pertanian atau perikanan. Sebab penelitian ini penting, agar petani atau nelayan tidak rugi terus menerus, tanaman yang rusak tidak pernah diselidiki apa penyebabnya.

Kalau orang Denmark bisa melakukannya, kenapa kita tidak bisa. Terlepas dari warna kulit, rambuat dan mungkin mata, terus apa bedanya manusia Denmark dengan kita, kan sama-sama manusia juga.

Apa yang ditulis ini bukanlah bermaksud mau mengajari atau menggurui. Kita hanya ingin memberikan masukan dan ide, tugas kita adalah saling mengingatkan agar kita tidak jauh lepas dari tanggung jawab

Johan Makmor Habib adalah
Pendiri PENA (Pembela Negeri Aceh) dan
Reporter The ACEH TIMES perwakilan Europa

Posting Komentar

0 Komentar