Illustrasi |
PENA News | Aktivis perempuan Aceh yang tergabung dalam Balai Syura Ureung Inong Aceh (BSUIA) meminta Kepala Polres Simeulue mengusut dengan adil dan serius kasus pemerkosaan di Simeulue, Aceh, yang diduga dilakukan oleh oknum kepolisian setempat. Kapolres juga didesak tak membela anak buahnya yang diduga melakukan pemerkosaan.
Presidium BSUIA, Khairani Arifin, dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (24/1/2013), mengatakan, sebagai penegak hukum seharusnya Kapolres Simeulue berbicara berdasarkan fakta hukum.
Apalagi sebagai pimpinan tertinggi di Kepolisian Simeulue, harusnya dia bisa mengambil tanggung jawab yang lebih dalam membina anak buahnya. "Bukan sebaliknya melakukan pembelaan terhadap kesalahan yang mereka lakukan," ujar Khairani.
Pernyatakan Khairani itu terkait pernyataan Kapolres Simeulue yang keberatan apabila kasus dugaan pemerkosaan terhadap gadis berninisial W (19), warga Teupah Selatan, Simeulue, oleh tiga anggota Polres Simeulue disebut sebagai pemerkosaan. Karena itu, Khairani meminta agar penyidik dan jaksa penuntut umum lebih jeli dalam menemukan unsur paksaan dalam kasus ini.
Khairani mengatakan, pola kejahatan pemerkosaan saat ini berkembang sedemikian rupa, termasuk mengondisikan tindak pemerkosaan sebagai hubungan suka sama suka dan mengaitkan tindak pemerkosaan dengan moralitas. Sehingga, pelaku bebas dari tuntutan, dan tindak pemerkos aan terus berulang.
"Sementara korban tidak mendapatkan haknya atas pemulihan dan keadilan," lanjut Khairani.
Dia juga meminta kepada semua pihak, termasuk media massa agar tidak menggunakan istilah-istilah yang menyederhanakan perilaku kejahatan seksual. Karena, unsur-unsur dalam tidak pidana pemerkosaan berbeda dengan unsur-unsur dalam tindak pidana pencabulan.
Sebelumnya, keluarga W (19), warga Kecamatan Teupah Selatan, menuntut tanggung jawab Polres Simeulue, atas dugaan pemerkosaan oleh tiga anggota Polres tersebut, yang terjadi 17 Januari 2013 lalu. Menurut laporan keluarga W, tiga anggota Polres Simeulue, yang diduga memerkosa W adalah Brigadir Riz, Briptu Hen, dan Bripda Her.
Sebelum memerkosa, menurut laporan keluarga W, para pelaku terlebih dahulu mencekoki W dengan sabu.
Terkait laporan tersebut, Kapolres Sumeulue Ajun Komisaris Besar Parluatan Siregar mengatakan, untuk menentukan apakah kasus ini pemerkosaan atau bukan dapat dilihat dari hasil visum dokter atas W. Dari hasil penyelidikan dan pengakuan pelaku, kasus tersebut bukan pemerkosaan, melainkan perbuatan suka sama suka, yang sebelumnya juga pernah dilakukan. Polres Simeulue telah mengajukan permintaan visum ke RSUD Simeulue.
SUMBER: KOMPASdotCOM
Presidium BSUIA, Khairani Arifin, dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (24/1/2013), mengatakan, sebagai penegak hukum seharusnya Kapolres Simeulue berbicara berdasarkan fakta hukum.
Apalagi sebagai pimpinan tertinggi di Kepolisian Simeulue, harusnya dia bisa mengambil tanggung jawab yang lebih dalam membina anak buahnya. "Bukan sebaliknya melakukan pembelaan terhadap kesalahan yang mereka lakukan," ujar Khairani.
Pernyatakan Khairani itu terkait pernyataan Kapolres Simeulue yang keberatan apabila kasus dugaan pemerkosaan terhadap gadis berninisial W (19), warga Teupah Selatan, Simeulue, oleh tiga anggota Polres Simeulue disebut sebagai pemerkosaan. Karena itu, Khairani meminta agar penyidik dan jaksa penuntut umum lebih jeli dalam menemukan unsur paksaan dalam kasus ini.
Khairani mengatakan, pola kejahatan pemerkosaan saat ini berkembang sedemikian rupa, termasuk mengondisikan tindak pemerkosaan sebagai hubungan suka sama suka dan mengaitkan tindak pemerkosaan dengan moralitas. Sehingga, pelaku bebas dari tuntutan, dan tindak pemerkos aan terus berulang.
"Sementara korban tidak mendapatkan haknya atas pemulihan dan keadilan," lanjut Khairani.
Dia juga meminta kepada semua pihak, termasuk media massa agar tidak menggunakan istilah-istilah yang menyederhanakan perilaku kejahatan seksual. Karena, unsur-unsur dalam tidak pidana pemerkosaan berbeda dengan unsur-unsur dalam tindak pidana pencabulan.
Sebelumnya, keluarga W (19), warga Kecamatan Teupah Selatan, menuntut tanggung jawab Polres Simeulue, atas dugaan pemerkosaan oleh tiga anggota Polres tersebut, yang terjadi 17 Januari 2013 lalu. Menurut laporan keluarga W, tiga anggota Polres Simeulue, yang diduga memerkosa W adalah Brigadir Riz, Briptu Hen, dan Bripda Her.
Sebelum memerkosa, menurut laporan keluarga W, para pelaku terlebih dahulu mencekoki W dengan sabu.
Terkait laporan tersebut, Kapolres Sumeulue Ajun Komisaris Besar Parluatan Siregar mengatakan, untuk menentukan apakah kasus ini pemerkosaan atau bukan dapat dilihat dari hasil visum dokter atas W. Dari hasil penyelidikan dan pengakuan pelaku, kasus tersebut bukan pemerkosaan, melainkan perbuatan suka sama suka, yang sebelumnya juga pernah dilakukan. Polres Simeulue telah mengajukan permintaan visum ke RSUD Simeulue.
SUMBER: KOMPASdotCOM
0 Komentar