Target Rp 27 triliun, Realisasi Rp 2,1 triliun
PENA News | Badan Investasi dan Promosi (Bainprom) Aceh mengungkapkan tentang masih adanya keluhan investor, antara lain menyangkut masih panjangnya rantai birokrasi dan belum nyamannya iklim berusaha di Aceh.
“Permasalahan ini berdampak pada terkendalanya upaya Pemerintah Aceh untuk meningkatkan nilai investasi,” kata Kepala Bainprom Aceh, Iskandar MSc pada konferensi pers menjelang “Aceh Investment Summit 2012” di Kantor Baimprom Aceh, Jumat (7/12). Kegiatan “Aceh Investment Summit 2012” dijadwalkan berlangsung pada 12 Desember 2012 di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh.
Didampingi Sekretaris Bainprom Fahrizal dan para kepala bidang lainnya, Iskandar berharap agar ajang “Aceh Investment Summit 2012” ini akan menjadi salah satu solusi memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi dunia usaha di Aceh.
Iskandar memaparkan, fakta yang ada saat ini, nilai investasi Aceh masih sangat jauh dari harapan (target). Ia memberikan contoh, untuk tahun 2010-2012, Aceh menargetkan nilai investasi Rp 27 triliun namun realisasinya hanya Rp 2,1 triliun.
“Terjadi ketimpangan angka yang besar. Memang seperti inilah yang terjadi dalam dunia investasi di Aceh. Kita berharap, dengan upaya-upaya yang akan kita lakukan ke depan, ketimpangan-ketimpangan ini tidak terlampau jauh lagi,” ujarnya.
Mantan kepala Bappeda Aceh yang baru satu bulan menjabat Kepala Bainprom ini menambahkan, dari informasi yang dihimpunnya, birokrasi dan kenyamanan masih menjadi kendala utama bagi dunia investasi di Aceh. “Birokrasi kita yang belum kompeten, inefisiensi, dan angka korupsi yang tinggi, masih menjadi kendala. Saya pikir ini juga terjadi di seluruh Indonesia, tidak hanya di Aceh,” ujarnya.
Soal Kenyamanan
Sementara mengenai kenyamanan, Iskandar memberikan contoh ketika perusahaan harus menghadapi langsung masyarakat yang datang ke mereka untuk menyampaikan permasalahan. Seharusnya, kata dia, perlu satu lembaga yang bisa memfasilitasi keluhan masyarakat dengan perusahaan.
Salah satu lembaga yang menurut Iskandar bisa memainkan peran seperti ini adalah Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS). Lembaga ini, kata Iskandar, bisa memainkan peran untuk memberikan kenyamanan bagi para investor.
“Jadi ketika perusahaan mulai beraktivitas, kita berharap masyarakat yang ingin menyampaikan permasalahan jangan mendatangi langsung ke perusahaan, tapi bisa menyampaikannya melalui BPKS, untuk dicarikan solusinya, harus one system. Jadi kalau ada kendala apapun, perusahaan tidak harus melayani hal-hal dengan masyarakat, tapi harus difasilitasi oleh BPKS,” kata dia.
Dengan demikian, kata dia, perusahaan-perusahaan yang telah siap memulai usaha akan merasa aman dan nyaman berada di Aceh. “Kita juga akan menggencarkan sosialisasi kepada masyarakat bahwa kenyamanan investasi ini sangat penting, guna semakin memperbesar peluang kerja dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh,” ujarnya.
“Menurut saya, investasi yang sudah ada ini harus kita jaga betul-betul, karena inilah permata bagi kita. Daripada kita keluarkan izin sebanyak-banyaknya, tapi hasilnya tidak ada. Jadi kita betul-betul harus selektif memberikan izin, dengan mempelajari secara teliti track record perusahaan yang ingin masuk,” imbuh Iskandar.
Kendala lainnya yang juga mesti mendapat perhatian segera adalah, terkait infrastruktur (jalan, pelabuhan, energi/listrik, dan air bersih). “Tapi ini bisa diatasi dengan dukungan APBN/APBA/APBK yang lebih besar untuk sektor dimaksud. Yang penting juga tenaga kerja, upah buruh yang saling menguntungkan, pemberantasan korupsi, dan efisiensi birokrasi,” ujarnya.
Meski masih menghadapi berbagai kendala, kata Iskandar, ada beberapa perkembangan yang cukup menggembirakan, terutama semakin membaiknya situasi politik di Aceh dalam beberapa bulan terakhir. Selain itu, isu buruh juga tidak terlalu menjadi permasalahan di Aceh.
SUMBER: ACEHdotTRIBUNNEWSdotCOM
0 Komentar